Monday 24 August 2015

CERITA TENTANG CITA-CITA


Ketika memasuki fase umur dua puluh-an, tak sedikit pandangan orang tentang cita-citanya yang mulai sedikit berubah. Memang, masih ada beberapa orang yang memiliki tekad bulat ingin menggapai apa yang ia cita-citakan, dan sebagian mereka memang berhasil. 

Memiliki cita-cita memang menyenangkan. Membuat kita tau apa yang ingin kita capai dan tau ada yang harus diperjuangkan. Namun tidak sedikit juga yang berbelok arah 180 derajat; ya, beralih bercita-cita yang lebih "sesuai". Semakin beranjak dewasa, idealnya, pola pikir kita juga semakin dewasa. Semakin realistis terhadap keadaan; bahwa semuanya yang kita cita-citakan terkadang nggak bisa berjalan beberapa hal.

Semasa kecil saya bercita-cita ingin menjadi dokter, dokter spesialis anak. Setelah saya masuk SMA, saya mesti ikhlas kalau jalan saya ternyata nggak di situ. Hmm, ya gimana mau jadi dokter kalau sama pelajaran IPA dan Matematika aja saya mabok banget. Dan akhirnya masuk di peminatan IPS. Ya logika aja yaaa pemirsa pembaca, nanti kalau ngotot jadi dokter malah bahayanin pasiennya hehehe.

Lalu, cita-cita saya berubah jauh; yaitu pengen jadi News Anchor/Jurnalis/Reporter. Ya, bekerja di media. Pokoknya dipikiran saya waktu itu, kerja di media itu enak, bisa sering-sering masuk tv, dilihat banyak orang se-Indonesia, jugaaa... bisa sering-sering ketemu artis hehehe.

Tapi kalau diukur dari tingkat kecocokan, ya cocok sih. Kebetulan saya ambil jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu Universitas Negeri di Jawa Tengah. 



---



Seiring berjalannya waktu, cita-cita terbesar saya bukan itu. Jadi berubah lagi? Nggak kok. Untuk soal pekerjaan dan karir ke depan saya tetap ingin menjadi bagian dari sebuah media. Tapi, cita-cita terbesar saya sekarang adalah...

Saya ingin menjadi seorang Ibu yang baik.

Ya, cita-cita yang beberapa orang menertawakan, dan tak sedikit yang mencibir. Mungkin banyak orang yang akan berekspektasi sama jika mendengar cita-cita yang "hanya" menjadi seorang Ibu.

Kenapa harus mencibir? Buat saya, cita-cita menjadi seorang Ibu yang baik itu lebih susah dari pada membangun karir yang setinggi-tingginya, menduduki jabatan strategis di perusahaan yang semua orang hormat dan tunduk pada kita. Ya, saya serius, pekerjaan yang harus diapresiasi adalah menjadi Ibu yang baik.

Mengapa harus diapresiasi? Karena menjadi Ibu yang baik tidak ada sekolahnya dan untuk menjadi Ibu yang baik tidak melalui ujian tertulis yang membuat kita susah tidur berhari-hari menjelang ujian. Menjadi Ibu yang baik hanya butuh pengakuan. Iya, pengakuan, pengakuan dari keluarga. Dan Ibu yang baik adalah pencapaian tertinggi dari perempuan karena untuk menjadi Ibu yang baik dibutuhkan pengakuan dari keluarga. Dan, itu jauh lebih sulit.

Saya memang belum berkeluarga, tapi saya bisa mengamati, memperlajari, dan menilai bagaimana semestinya menjadi Ibu yang baik. Ketulusan cinta seorang Ibu yang rela bangun lebih awal demi menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya dan rela tidur lebih larut untuk menunggu suami dan anak-anaknya pulang...

Dan, masih banyak lagi yang Ibu lakukan untuk kita, namun kita tak pernah sadar...

Jadi, siapa bilang berani menjadi Ibu yang baik itu tidak sekeren wanita paling menduduki posisi stategis di perusahaan?

Menjadi direktur di perusahaan? Mudah. Tapi apa artinya semua pencapaian duniawi kalau nak merasa terabaikan? Jika tidak ada sapaan selamat pagi penuh cinta untuk anak-anak, jika tidak ada tangan halus mengajari mereka menggambar, jika tidak ada sosok Ibu yang menemani anak perempuannya membeli peralatan make-up pertamanya, sosok untuk anak perempuan menceritakan pacar pertamanya, sosok untuk mereka menangis, sosok untuk mereka cari ketika mendapatkan nilai baik, sosok yang mereka peluk ketika mereka jatuh dan sosok yang mereka banggakan kedepan teman-temannya karena Ibunya tidak pernah marah-marah dalam mendidiknya. Itu peran seorang Ibu.

Menjadi Ibu tidak hanya melahirkan, tapi menemani mereka hingga nafas terakhirnya..

Cita-cita saya masih panjang. Saya masih punya rencana lanjut sekolah, saya masih ingin kursus menjadi MUA, saya masih ingin mempunyai clothing label sendiri, saya masih ingin jadi blogger yang dikenal, saya masih ingin punya buku hasil tulisan saya. Tapi apa impian terbesar saya? Tetap, hanya menjadi Ibu yang baik. Seorang Ibu yang bisa dibanggakan dan selalu dirindukan. :)

Thursday 20 August 2015

LALU SETELAH INI JADI APA?


Hallo, semuanya!

Rasanya saya udah lamaaaa banget nggak sign-in ke blog, jadi seperti biasa bingung kan mau memulai dari mana. Banyak moment yang semestinya bisa tertuliskan, tapi ya... kalau rasa males melanda saya mah bisa apa hehehe.

Oh ya, saya masih punya hutang nulis pada diri saya sendiri tentang apa aja keinginan saya pasca lulus kuliah. Bisa dilihat di sini untuk tulisan tentang wisuda saya. Okay, sebetulnya sulit juga sih nulisnya, ya karena sampai hari ini saya juga belum mendapatkan pekerjaan alias masih santai-santai aja di rumah. Jangan ditanya sedih apa nggak ya, jawabannya udah pasti sedih. Mengetahui beberapa teman sudah menemukan pekerjaan yang mereka mau, sedangkan saya? Masih belum juga. :)

Ketika udah lulus kuliah, apalagi yang mau dikejar? Lanjut sekolah? Kerja? Atau nikah? Kalau nurutin cita-cita, jelas saya pilih nomor 1. Tapi untuk mewujudkan cita-cita, pasti ada kan sesuatu yang mesti diperjuangkan terlebih dahulu? Nah, pilihan yang paling bijak untuk saya sekarang adalah; get a job! Ya sesimpel, lanjut sekolah lagi kan butuh biaya, dan biayanya juga nggak sedikit. Kecuali dapat tawaran beasiswa yah, pasti prioritas saya akan balik ke nomor 1 lagi. 

Perasaan di saat-saat nganggur seperti ini memang lagi sensitif-sensitifnya menurut saya. Bahkan lebih sensitif daripada ditanya "kapan lulus?" sewaktu masih kuliah. That's true. Ada perasaan sedih, kecewa, nggak enak sama orang tua, semuanya perasaan negatif campur aduk jadi satu. Yang mana akhirnya saya jadi kesel dan nggak jarang nangis sendiri. :)
 
Gimanapun, saya dan beberapa orang-orang di luar sana pasti maunya langsung dapat kerja nggak lama setelah lulus. Namun sayangnya, rencana Tuhan terkadang memang tak sejalan dengan rencana kita. Saya memang agak strict sih orangnya kalau soal kerjaan. Bukan pilih-pilih, tapi lebih ke.. pengen bekerja di tempat yang ilmu dan passion saya bisa berkembang disitu.

Kebayang kan kalau ambil random chances, lalu baru ngerasa "salah jalur" saat ditengah-tengah kontrak. Mau resign nggak mungkin juga karna tertahan kontrak, nggak resign juga jadi nggak nyaman saat kerja. Duh, aku sih nggak mau kayak gitu. Jatohnya malah nggak totalitas dalam bekerja. Dan kalau resign semau saya, itu menandakan kalau saya nggak professional juga.

Tapi saya nggak pernah menyalahkan atau marah pada Tuhan karena keadaan ini. Saya selalu yakin kalau Tuhan sedang menggenggam doa-doa dan harapan saya, yang kemudian akan Ia realisasikan satu persatu, di waktu yang dirasa paling tepat. Saya justru makin sering introspeksi pada diri saya sendiri. Kenapa selama ini selalu gagal dalam setiap test.

Sebisa mungkin selalu saya coba agar mindset saya berpikiran positif, bukan menyalahkan keadaan. Karena saya yakin, ketika pikiran kita selalu positif, hal-hal positif juga akan datang kepada kita. Yang jelas jangan biarkan keadaan yang nggak enak jadi pengurang syukur, tapi jadi penambah syukur. Kita nggak pernah tau kan kapan tangan Tuhan akan "bekerja", dimana keajaiban itu bisa saja tiba-tiba datang.

And last but not least.. 
Untuk yang belum kerja seperti saya, pintar-pintar atur pikiran aja supaya selalu positif. Jangan lelah untuk belajar, berusaha lebih keras, dan tentunya berdoa semaksimal yang kalian bisa. Ketika semuanya sudah diupayakan, let's Allah show us the way. Biarkan Tuhan bekerja sesuai dengan rencana-Nya sendiri.

Enjoy every single moment! Mungkin kalian nggak akan ngerasain sesantai ini di rumah atau bisa travelling kemanapun yang kalian mau ketika sudah mendapatkan kesibukan, nanti. Isi waktu luang kalian dengan hal-hal yang kalian sukai, puas-puasin selagi waktu kalian masih banyak. :)



Memang harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan sesuatu yang benar-benar kita inginkan. Supaya kelak, kita tidak menyia-nyiakannya begitu saja ketika semuanya sudah kita genggam.


Semangat berjuang, para jobseeker



PS: 
Sedikit cerita, kalau saya masih belum kerja sampai saat ini bukan berarti saya belum diterima kerja di mana-mana. Sebelumnya, sudah ada 2 tempat yang menerima saya bekerja. Kenapa nggak saya ambil? Simpel, karena passion saya nggak di situ. Saya hanya "kebawa arus" daftar sana-sini biar cepet dapat kerjaan aja hehehe. Jangan ragu berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan sesuatu yang benar-benar kalian inginkan, yah! :)