Sunday 17 February 2013

Berbeda


Terlalu banyak yang kamu tinggalkan disini.
Hidupku sudah baik-baik saja, hey, cukup kamu berantakan (dulu) saat kamu memutuskan untuk pergi.

Harusnya setelah kamu puas bermain-main di hatiku, kamu membereskannya lagi. 
Kebodohanku, terlalu secinta ini, yang akhirnya membiarkan kamu mengacak-acak hatiku semuanya dengan semaunya.
Kamu memang berhasil, aku tertekuk lutut, kalah.

Inginnya aku membiarkanmu pergi, lalu berusaha membereskannya sendiri setelah kamu hancurkan tanpa permisi.
Kebodohanku, terlalu menaruh percaya yang berlebih, yang akhirnya membiarkan hati remuk berkali-kali dan ternyata tidak bisa disulam lagi seperti semestinya.

Entah aku yang terlalu lelah mempertahankan, atau memang kamu yang ingin melepaskan?
Yang nyata sekarang kita beku dalam diam, dan hanya menunggumu bergerak, atau harus aku yang bergerak mendahuluimu?

Wednesday 13 February 2013

Tak Perlu Seperti Ainun dan Habibie


Sebelumnya, aku sulit membedakan mana yang aku mau dan mana yang aku butuh.
Hingga akhirnya, bertemu kamu.
Pada kecupan yang kamu daratkan di keningku, siang itu, lima puluh bulan yang lalu, aku yakin memilih jalanku, denganmu.

Aku mensyukuri semua tentangmu.

Menerima segala ada dan ketidakberadaan sosokmu setiap waktu.
Karena pada jalan ini, Tuhan mempercayakan cerita kita terjadi.
Dengan segala rasa dan alasan yang terangkum menjadi satu, kita bersama-sama memperjuangkan cinta yang berjarak ini.

Tuhan dan semesta begitu hebatnya merancang sebuah pertemuan, yang tak bisa kita sebut itu sebagai sebuah kebetulan semata.

Bahwa jika bukan dengan dan karena kamu, apakah aku sebahagia ini?
Tidak perlu menginginkan seperti Ainun dan Habibie yang sedemikian sempurna kisah cintanya.
Bila nyatanya apa adanya kamu sudah cukup melengkapi hidup aku.



Aku akan tetap sayang kamu, walaupun kita berjauhan. Karena punggung yang tak saling bertemu dan saling membelakangi, bukan berarti tidak saling mendoakan.

(@chachathaib)

Inspired from the movie, Habibie & Ainun, and yes, both are examples of how true love finally find the way, though in a way they ever had separated by a distance.

Tuesday 12 February 2013

Tersisa Sendu.

Hari Ke-30

Kepada Kak @zulhaq_

Hai, tukang pos yang selalu merasa dirinya ganteng.
Esok hari, tugas besarmu akan segera berakhir.
Lusa, kamu akan menjalani kehidupanmu yang semestinya, kau tak perlu meluangkan waktumu lagi untuk membaca surat-surat kami.
Layaknya pekerjaan yang sesungguhnya, dedikasi atas kerjamu sebulan ini pantas diapresiasi.

Hai, tukang pos yang sering mengabaikan mentionku.
Sepertinya kau sibuk sekali kak, banyak mention yang berjejalan menunggu untuk kau balas, sampai punyaku sering terlewatkan.
Mulai lusa, hidupmu pasti lebih leluasa. Tab mentionmu akan berangsur-angur normal, tak seramai sebulan ini.

Hai, tukang pos yang baru aku follow sebulan yang lalu.
Untuk semua suratku yang telah kau sampaikan dengan baik, aku ucapkan terimakasih.
Seperti akan mengakhiri sesuatu yang sulit, agaknya malam ini terasa sendu.
Tapi tersirat perasaan haru dimana loyalitasku teruji dengan mengikuti ajang #30HariMenulisSuratCinta ini sampai ke titik akhir. 

Buat kamu,
Congratulations.. tugas besarmu kau selesaikan dengan baik hari ini.
Sampai jumpa di lain kesempatan, kak.
Yang akan membuat kita saling sapa lagi, di titik temu kita, di lain hari.
Semoga kesuksesan selalu mengiringi kemana saja kakimu melangkah, kak.
Selamat berkarya lagi, semoga akan ada karya-karya hebat berikutnya yang lahir dari ujung jarimu. :)

Monday 11 February 2013

Sudahkah Berbahagia?


Definisi bahagia itu sederhana.
Sesederhana senyuman kita terhadap hal kecil yang kita miliki, sesederhana rasa bangga terhadap suatu pencapaian yang kita raih, dan sesederhana rasa syukur kita atas kehidupan yang telah diberikan-Nya.
(@lionychan)


Hidup bahagia itu mudah, milikilah banyak teman, beberapa orang sahabat, dan satu orang kekasih.
(@falla_adinda)


Selayaknya bahagia anak kecil yang mendapatkan balon merah jambu,
Sesederhana itu aku mensyukuri keberadaan kamu.
(@chachathaib)

Antara Bertahan dalam Ketidakpastian.


Pada kekecewaan yang pernah hadir,
ikut larut bersamanya pertahanan diriku yang seolah menyerah pada takdir.

Bahwa saat bersamaku, kamu pun sempat membagi hati pada yang lain.
Dan oleh sisa keyakinan aku berjuang di jalan setapak ini.

Entah mana yang harus aku percaya, 
jemari manis yang akan menggenggamku, mendampingi ke jalan Tuhan,
atau mata yang kini kian teduh namun menusuk menatapku,
yang mengisyaratkan penyesalan yang mendalam?

Kau Jadikan Nyata

Hari Ke-29

Teruntuk kamu,
Yang menjadikan mimpiku satu persatu menjadi nyata.

Hai, ini aku, cintamu.
Seorang yang kamu sebut separuh-kamu
Tuhan menghadirkan cinta lengkap dengan teka-tekinya
Kata orang, ketika cinta yang berbicara kita bisa apa?
Aku dan kamu mungkin salah satu korbannya
Tapi kita bahagia
Iya, Tuhan memang sebercanda itu menciptakan cerita

Hai, ini aku, pendamping hidupmu.
Tapi mohon baca ini dengan future tense
Karena jalan kita masih panjang
Jadi bersabarlah, kita sudah memilih jalan ini bersama
Semoga nanti, kamu menemukan ketetapan hati dan keyakinan
Bahwa memang aku satu-satunya yang kamu inginkan

Hai, aku cinta kamu.
Sungguh, sekalipun jarang aku katakan
tolong jangan lelah berjuang untuk mimpi yang pernah kita bayangkan
Sampai jumpa di masa depan
Pria penyabar, yang tak pernah lelah mempertahankan semua ini
Sabarmu yang menguatkan aku.

Sunday 10 February 2013

SATU JAM LAGI


"Kamu pernah bilang bahwa cinta itu suatu hal baik, kan?"

Aku memandangi lelaki dihadapanku ini. Lelaki yang baru kukenal tiga bulan lalu di sebuah kedai kopi di daerah Cikini.


"Iya, maka itu cinta harus dimulai dengan cara yang baik pula."


"Misalnya?"


"Berkenalan baik-baik, saling mencari tahu pribadi masing-masing dengan cara baik, berkomunikasi dengan baik."


"Sudah? Itu saja?"


"Maksudmu?"


"Kalau dengan semua cara baik itu, tapi salah satu telah jadi milik orang lain, apa masih bisa dilanjutkan?"


"Maksudmu, berselingkuh?"


"Aku tidak bilang seperti itu."


"Jadi?"


"Ya, aku menanyakan. Apa masih bisa dibilang baik? Kalau menjalin cinta tapi salah satunya telah dicintai orang lain juga?"


"Mencintai dan dicintai kan hak setiap jiwa manusia. Selama mereka berbahagia."


"Jadi?"


"Kita tutup obrolan ini. Pacarmu jadi jemput jam berapa?"


"Satu jam lagi."


Laki-laki itu lalu menggenggam jemariku, mengecup keningku, seolah aku miliknya. Sebelum aku bertemu yang benar-benar  yang menamai dirinya kekasihku.



source: http//ceritachacha.wordpress.com/page/3/

Saturday 9 February 2013

Jangan Bilang Siapa-siapa

Hari Ke-28


- Di salah satu sudut Kota di Jawa Tengah  -

Langit begitu gelap. Meskipun hujan deras sudah berhenti mengguyur kota ini. Tapi sisa hujan masih masih melekat di sepanjang waktu senja yang sebentar lagi berganti malam.

Sesekali aku memandangi layar ponsel, yang sedari tadi aku taruh-letakkan kembali di atas tempat tidurku. Aku gelisah, cukup ragu dengan tindakanku. 10 menit, 20 menit, 30 menit setelah aku mengirimkan pesan singkat kepadanya tak kunjung ia balas.

Tiba-tiba ponselku berdering, buru-buru aku raih, pasti dari dia.

Aku baru baca semua sms dari kamu. Memangnya ada apa? Kamu cerewet sekali hari ini.

Aku men-dial nomor handphone-nya.

"Bisa ke tempat biasa, sekarang?"

"Mau apa? Ini malam minggu, kamu tidak pergi dengan pacarmu?"

"Sudahlah, bisa berhenti bertanya seperti itu? Tinggal kamu jawab saja, bisa atau tidak."

"Kapan aku pernah menolak ajakanmu? Jemput aku satu jam lagi."


- Di sebuah restaurant di kota tersebut -

"Sekarang, apa yang ingin kamu bicarakan? Kalau kangen tinggal bilang saja melalui telpon atau sms, tidak perlu aku repot-repot datang kesini di waktu hujan deras."

"Ada yang ingin aku bicarakan."

"Tentang apa?"

"Aku mulai lelah membohongi pacarku untuk bertemu denganmu. Tapi aku tidak bisa menghentikan ini, aku butuh kamu."

"Lalu?"

"Kita terpaksa harus bersembunyi terus seperti ini, entah sampai kapan."

"Memangnya aku sudah mulai protes sampai kamu berkesimpulan seperti itu?"

"Tidak. Tapi bagaimana dengan pacarmu?"

"Aku tidak bisa memutuskannya. Aku mencintai dia. Tapi aku juga cinta kamu."

"Maksudmu?"

"Sudah diam saja, kita jalani saja semua ini. Kita sama-sama menikmati perasaan yang sama. Tapi kamu tidak boleh lagi mencemburui pacarku. Aku juga tidak pernah mengganggumu bila kamu sedang asik bersama pacarmu."

"...."

Dia tidak berkata apa-apa lagi. Aku merasakan dia semakin mendekatkan tubuhnya, lalu.. dia memelukku seolah aku ini kekasih sungguhannya.



P.s :
Buat kamu, curhatanmu memang gila. Sampai aku hanya menggelengkan kepala, tak bisa berkata apa-apa. Pacar kamu itu temanku, dan kamu itu sahabat baik aku. Mana mungkin aku membeberkan rahasiamu ini kepadanya?

Friday 8 February 2013

Ingatanku Terisi Tentang Kamu

Hari Ke-27

Kepalaku berat
Isinya terlalu banyak tentang kamu
Tentang pertemuan-pertemuan singkat
Yang terlalu banyak meninggalkan rekam jejak
Tentang genggaman-genggaman tangan
Yang pernah mampir sebentar lalu berjarak lagi

Tidakkah kita lelah?
Akan hampa yang mengisi hidup kita sepanjang hari
Akan kerinduan yang menyusup ke tengah rongga kepala
Dan banyak ketidakmungkinan yang menjadikan semua ini
Terasa semakin nyata
Bahwa kamu dan aku pada akhirnya hanya bisa menunggu
Ketidakpastian waktu yang akan membawa kita kembali bertemu

Dahaga Intelektual


Sore ini, tiba-tiba terlintas dipikiran saya tentang masa depan. Bukan di masa depan saya bersama siapa, tapi di masa depan saya akan menjadi apa? Iya, mempertimbangkan dan menyadari bahwa di masa yang akan datang persaingan untuk berebut 'kursi kosong' di tempat yang saya idam-idamkan nanti untuk bekerja tidaklah mudah. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang seketika terlintas untuk diri saya sendiri, 'mau jadi apa dan sudah bisa apa?'.

Kemudian saya terdiam, seharusnya saya bersyukur bisa menempuh jenjang pendidikan sampai di bangku kuliah. Banyak di luar sana, orang-orang seumuran dengan saya harus terhenti pendidikannya karena kendala biaya, atau memang semangat mereka sendiri untuk melanjutkan pendidikan dan menimba ilmu tidak ada. Miris memang, di jaman yang dituntut harus serba bisa ini, masih banyak yang harus menelan kenyataan pahit untuk terhenti pendidikannya, ya dengan bermacam-macam alasan tadi.

Pernah mendengar kalimat begini? 
"Sekolah itu bukan ajang penunjukkan eksistensi diri, tapi merasa diri lebih dari yang lain adalah kebutuhan. Dan sekolah adalah salah satu jalan untuk bisa merasa lebih baik walaupun mungkin pada kenyataannya tidak selalu seperti itu,, tapi setidaknya merasa lebih baik dan itu akan membangun rasa percaya diri." -@falla_adinda

Dan saya termasuk salah satu orang yang setuju dengan pertanyaan diatas. Sekolah itu bukan sekedar ajang untuk pamer kecerdasan. Esensi utamanya bukan itu, lebih karena kita haus akan ilmu. Iya, ada kalanya kita harus merasa bahwa kita ini belum cukup punya apa-apa untuk bekal kita di masa depan. Ilmu yang akan membawa kita ke masa depan yang lebih baik. Salah satu jalannya adalah melalui sekolah (tidak harus formal, informal pun sekarang banyak yang memberikan ilmu yang tak kalah bermanfaat). Dan ya, saya merasa masih harus banyak menimba ilmu.

Dari situ saya berpikir kembali, membayangkan sekolah saya yang masih cukup lama untuk saya jalani. Terbesit pertanyaan kembali, 'apa sudah benar ambil jurusan?'
Masih dipojokan kamar, kembali pikiran saya menuju apa saja yang ingin saya raih. Iya, dulu memang cita-cita waktu masih ingusan ingin jadi dokter spesialis anak. Namun sewaktu SMA cita-cita saya berubah total. Saya menyadari tidak mampu untuk masuk ke jurusan IPA. Dengan berat hati, saya harus mengurungkan niatan saya untuk menjadi dokter.

Sekarang, saya menekuni studi saya di bidang Ilmu Komunikasi. Spesialisasi yang saya ambil ada 3 bidang: jurnalistik, video (broadcast), dan public relations. Sebenarnya saya lebih tertarik pada 2 bidang diantaranya, video dan public relations.Tapi saya ingin (lebih) fokus pada 1 bidang yang saya yakin saya benar-benar mampu untuk memperdalam bidang tersebut, public relations. 

Dan ya, saya berkata dengan yakin, saya ingin melanjutkan sekolah lebih tinggi lagi. Ilmu yang saya miliki sekarang masih terbatas, sedangkan ilmu yang wajib kita ketahui itu tiada batas. Bukan sekedar untuk menjadi seorang public relations maupun seorang news caster saja seperti yang saya cita-citakan, tapi saya sadar, bahwa untuk ke depannya, ilmu adalah kebutuhan. Entah nantinya akan melanjutkan berkarir atau tidak (re: menjadi ibu rumah tangga), tapi menjadi hebat itu harus. Tapi bukan untuk merasa paling hebat. Harus dibedakan. Semoga ada jalan untuk merealisasikannya, karna saya yakin, untuk niat baik pasti akan ada jalannya.



"Sekolah adalah dahaga intelektual, bukan tentang penunjukkan kecerdasan" -@junohadinoto

Wednesday 6 February 2013

Malam Minggu Tanpa Kamu


Malam minggu pertama tanpa kamu.

Segelas lemon tea hangat dan lagu Noah berjudul "Hidup untukmu, mati tanpamu." 
Pikirku melayang, mendarat di lengkung senyum yang biasa menenangkanku.
Mendarat di teduhnya pandangan yang biasa membuatku percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Aku mengumpulkan sisa-sisa keberanianku meraih posel di dekat gelas lemon tea hangat yang sisa seteguk lagi menemaniku di balkon rumah tua peninggalan ibu.
Pandanganku menerawang ke arah langit yang pernah dipuji oleh kamu tentang bintang paling terang.
Iya, ternyata berat tanpa kamu.
Lelahku ternyata belum juga cukup selama ini.
Menjadi satu-satunya yang menemanimu berlali, tapi juga yang paling sering dilupakan ketika kekasihmu mulai rebah disisi.

"Selamat untuk pernikahanmu besok, semoga bahagia selalu besertamu."

Sebuah pesan yang ku ketik dengan benar-benar berat hati, akhirnya ku kirimkan.
Malam minggu pertama tanpa kamu.
Malam menjelang pernikahanmu.


source: http://ceritachacha.wordpress.com/page/4/

Hari Ini Hujan, dan Kamu Tidak di Sini.


Hari ini hujan, dan lelakiku tidak di sini.

"Kamu dimana?"

"Di rumah, di sini hujan. Aku tidak bisa ke mana-mana. Ada apa?"

"Aku rindu. Jadi kamu tidak bisa ke sini?"

"Aku sudah bilang, di sini hujan, aku tidak bisa ke mana-mana."

"Baiklah."

"Maaf."

Tidak apa-apa. Mobilmu ke mana?"

"Ada. Hanya saja, hujan seperti ini jalanan Jakarta akan macet sekali. Kamu tahu itu kan?"

"Iya."

Aku membanting handphone-ku. Entah, sudah keberapa kalinya lelaki ini menghindar untuk bertemu denganku.

Tak lama setelahnya, aku men-dial nomor telepon sahabatku.

"Bisa bertemu hari ini? Ada yang ingin aku ceritakan."

"Tentang apa? Lelakimu?"

"Ya. Dia masih menghindar untuk bertemu."

"Diamkan saja, nanti pun kalau dia rindu, dia yang akan mencarimu. aku tidak bisa bertemu kamu, hari ini aku pertama menstruasi. Perutku sakit sekali."

"Baiklah, aku tidur saja kalau begitu. Cepat sembuh."

"Terimakasih."




- Di belahan lain Jakarta -

"Aku hari ini di rumah, kamu ke sini jam berapa?"

"Sudah di depan rumahmu. Bisa bukakan pintu?"

"Tunggu sebentar."

"Sebentar, kamu tidak akan menemui kekasihmu hari ini, kan?"

"TIdak, aku sudah bilang di sini hujan deras dan aku tidak bisa berangkat menemuinya."

"Dasar pembual yang tak bisa ku tinggalkan!"

"Aku membual kan demi bertemu kamu."

'Alasan apalagi yang kamu berikan kali ini?"

"Jalanan Jakarta macet. Klise tapi berhasil."

"Terserah,  cepat buka pintu. Aku rindu dan bosan diam-diam menjadi selingkuhanmu."


source: http://ceritachacha.wordpress.com/page/3/

Kamu yang Melukis Binar

Hari Ke-25


Selamat pagi, kamu.

Hari ini, aku duduk sendiri tanpamu entah berapa hari lamanya. Saat aku menulis ini, mungkin kamu sedang tertidur lelap, atau sedang berusaha memaksakan mata untuk terpejam.

9 Desember 2008
Bahagiaku lengkap, semenjak kamu datang dan menawarkan janji untuk menemani perjalanan hidupku.
Tapi memang tidak selalu berjalan sempurna, ada waktunya keraguan demi keraguan dan kepercayaan satu sama lain yang seringkali hampir luntur. 
Kebahagiaan kita terkadang tidak utuh karena jarak.

6 Februari 2013

Sungguh bukan hal yang mudah untuk mencintai dan memerhatikanmu dari jauh.
Tapi satu hal yang selalu aku sadar, berjauhan bukan berarti tidak saling mendoakan.
Semua hal yang kita anggap tidak mudah itu.. ternyata kita bisa melewatinya. Karna satu hal yang paling aku yakini adalah bahwa dengan keberadaanmu, semua akan selalu baik-baik saja.

Aku sudah bahagia, walaupun kamu sering memarahiku karena hal sepele.
Aku sudah bahagia, walaupun kamu belum mengajakku ke tempat-tempat yang aku inginkan.
Aku sudah bahagia, walaupun kamu bukan seperti lelaki diimpianku.
Aku sudah bahagia, walaupun kamu tidak selalu ada saat aku butuhkan.
Aku sudah bahagia, walaupun kita sering bertengkar untuk hal yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Aku sudah bahagia, walaupun kita tidak selalu berdekatan.

Terimakasih atas semua moment bahagia yang pernah tercipta diantara kita.
Terimakasih atas segala hal baru yang bisa aku pelajari dari kamu.
Terimakasih telah menjadi kekasih yang baik, untuk berbagi dan saling menyayangi.
Dan terimakasih, perlahan, kamu membuat mimpiku satu persatu menjadi nyata. Allah banyak menjawab doa-doaku dengan menghadirkan kamu dihidupku.

Karna bahagia itu kita yang cari dan kita yang kejar, dan kita yang ciptakan sendiri.
Jadi, teruslah bahagia, yang tanpa jeda. Dan aku akan menjadi orang yang lebih bahagia manakala kebahagiaan yang kamu punyai sekarang salah satunya disebabkan karena aku.

Semesta Punya Caranya Sendiri

Hari Ke-24 

Hai kamu, 
Cinta yang dulu sempat aku harapkan.

Aku tidak tahu apakah ini permainan takdir atau memang hukum alam. Namun rasanya terlalu kejam jika takdir mempermainkan kita seperti ini. Aku memang percaya, bahwa inilah jawaban dari semesta. Iya, inilah kenyataannya saat semesta berbicara. 

Aku mengetahui sedikit tentang hukum Law Of Attraction, dimana apa yang kamu lepaskan akan menjadi milikmu. Milikilah keinginan kemudian lepaskan pada semesta. Semesta akan berkonspirasi membantumu, mewujudkan apa yang kamu pinta. Ini hukum mutlak yang dibuat oleh Sang Maha Adil. 

Iya, aku dulu berkeinginan untuk memilikimu. Kesalahanku, aku tidak pernah melepaskannya pada semesta. Aku genggam erat setiap detil yang aku inginkan. Lalu, bagaimana semesta bisa bekerja kalau aku memeluk erat-erat anganku tadi? 

Namun pada akhirnya, kesadaranku mulai pulih dan menyadari cinta ini tidak mungkin bisa. Aku tidak mau tahu lagi apapun tentangmu. Aku hilangkan semua angan untuk memilikimu. Dan tanpa aku sadari, saat akhirnya aku melepaskan semuanya, selanjutnya semesta justru memberikan tepat seperti yang aku pinta dulu, hati dan cintamu.

Sudah terlambat, bukan? Ketika dengan kesadaran penuh aku sudah tidak lagi menginginkanmu, kamu datang. Rasanya sudah tidak bisa. Ah, mungkin konsep tadi terlalu klise untuk menjelaskan kenyataan ini. 

Jadi, pada dasarnya, manusia itu senang dipuja. Siapa yang tidak menyukai egonya dimanja? Ia jadi merasa bebas merespon semaunya sendiri. Ia baru akan merasa terpukul ketika si pemuja hatinya berhenti mencintai. 

Kamu mungkin salah seorang yang tidak sadar akan hukum itu. Tetapi kalau aku boleh menebak, jauh di dasar hatimu, pasti kamu merindukan sapaan hangatku yang tidak berbalaskan olehmu setiap hari. 

Iya, kini keadaannya berbalik. Kamu melakukan apa yang persis aku lakukan dulu kepadamu. Kamu kini datang, mencoba mencari celah untuk masuk dalam kehidupanku. Tapi maaf, aku sudah tidak peduli lagi. Tak peduli bahwa kamu kini datang membawa seluruh hatimu, bukan lagi hanya sepotong yang dulu pernah aku harapkan. 

Aku kini sudah bahagia dengan kekasihku. Kamu benar-benar membukakan mataku, bukan hanya sekedar mata fisik, tapi sebenar-benarnya mata, bahwa untuk dicintai memang seharusnya tidak mengorbankan harga diri. 

Sunday 3 February 2013

Pahlawan Tampan

Hari Ke-23

Dear, Spiderman.
sudah berapa jalinan jala yang kau buat
untuk menyelamatkan mereka, pahlawan tampan?

Tidakkah kau pernah marah?
kala mereka mencacimu, berebut ingin didahulukan?
tidakkah kau merasa lelah?
seluruh hidup kau dedikasikan untuk mereka yang berlindung padamu
tidakkah kau ingin hidup tanpa resah?
kalau boleh kutebak,
sepertinya jawabanmu tidak,
karena kau sudah berjanji menghabiskan sisa hidupmu
untuk mereka yang membutuhkan, mereka yang kesusahan,
mereka yang butuh pertolongan

Dear, Spiderman.
jika kau merasa dunia tak adil padamu
bersabarlah, kebaikkan pasti akan menang
jika kau merasa lelah dan kalah
menangislah, tak apa, kau tetap manusia biasa
jika kau merasa ingin menyerah
bertahanlah, ingatlah mereka yang menggantungkan keselamatannya padamu

Teruslah berjuang, pahlawan tampan!
salam hangat dari aku
pengagummu yang ingin juga kau selamatkan hidupnya.

Bangku Kanan.

Hari Ke-22


Teruntuk kamu,
Yang (nanti) duduk di bangku kanan.

Pada jarak yang tidak bisa kita tempuh untuk bertemu.
Pada peluk yang tertunda saat kita saling ingin bersama membekukan waktu.
Pada semua airmata yang tersudut karena rindu.
Pada semua itu, seharusnya kamu pun mengerti bahwa memang cinta yang pada akhirnya menghadirkan pemakluman, untuk bertahan dikala kita merasakan ketidakpastian.
Kepastian kapan kita bertemu, kapan kamu di sini, dan kapan aku di sampingmu.
Kepastian akan waktumu yang aku butuh untuk menenggelamkan rindu dan untuk waktuku yang kamu butuhkan untuk menghilangkan ragu.


lama sudah kau menemani
perjalanan kaki di sepanjang
perjalanan hidup penuh cinta
kau adalah bagian hidupku
dan akupun menjadi bagian
dalam hidupmu yang tak terpisah

kau bagiakan air di bawah sayapku
sendiri aku tak bisa seimbang
apa jadinya bila kau tak di sisi

meskipun aku di surga
mungkin aku tak bahagia
bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu
(Tempat Terakhir, Padi)
 

Dan dari semua itu, aku meyakini kamu. Karena pada jarak dan ketidakpastian ini, ada sepenggal keyakinan yang menguatkan bahwa nantinya kamu akan menjadi milikku, dan aku akan menjadi bagian dari hidupmu.



Dari aku,
Bangku kiri.

Bangkai dalam Bingkai

Hari Ke-21

Teruntuk kamu,
Yang tersenyum manis dalam bingkai.

Aku masih mengingatnya dengan jelas
Kapan dan dimana foto itu diambil
Foto lama yang masih aku simpan rapi dalam bingkai
Dan aku bisa menebak perasaan hatimu ketika itu
Dengan mengurai senyum, jelas saja kamu sedang bahagia
Tentu saja aku lebih bahagia dari kamu
Karna bahagia milikmu itu disebabkan oleh aku.

Hai, ini aku.
Yang pada waktu itu selalu ingin kamu bahagiakan
Apa kamu ingat?
Ketika kita menelusuri setiap sudut kota
Membuat rangkaian cerita, dan sesekali membekukannya
Lalu kita menertawakannya bersama
Sekumpulan wajah aneh yang terperangkap kamera

Tapi, mau tak mau.
Bingkai itu kini harus aku runtuhkan
Agar kenangan itu tidak mengendap-endap lagi
Dan perlahan masuk, mengusik hati
Lalu ingin kembali mewujudkannya menjadi realita
Cepat atau lambat, foto dalam bingkai itu
Menjadi bangkai juga pada akhirnya

Hai, selamat tinggal.
Apapun akhirnya aku harus mengucap syukur
Atas kenangan manis yang terpajang dalam bingkai
Siapapun nanti orangnya, semoga bersamanya
Lebih membaikkan hidupmu
Jangan lupa, ceritakan kepadanya
Bahwa aku, pernah mempertahankanmu sekuat itu.

Friday 1 February 2013

Surat Pendek Untuk Tuhan

Hari Ke-20


Dear Tuhan,
Terimakasih untuk apapun yang pernah terjadi dikehidupanku
Kemarin, hari ini, hingga esok, dan selanjutnya
Untuk segala kerapuhan yang pernah menguji dan hampir menjatuhkan
Untuk segala airmata yang tertumpah
Untuk segala perjuangan, yang awalnya berbuah kegagalan demi kegagalan
Yang kemudian mengajarkan keikhlasan, lalu menuntun untuk mendekati hidup yang lebih baik
Hingga akhirnya sampai pada saat ini
Kedamaian beriringan sejalan menuanya usia
Airmata yang dulu, kini yang membukakan gerbang cerita baru
Menyembuhkan segala lara yang pernah membuatku bertekuk kalah
Tawa diam-diam tersusun rapi mengisyaratkan gejolak bahagia
Terimakasih Tuhan, atas segala-galanya
Dan untuk seterusnya, dan seterusnya