Monday 27 March 2017

TENTANG MENGATUR EKSPEKTASI


Selama ini, kita -para perempuan, seringkali memang "kemakan" sama apa yang kita baca dan apa yang kita lihat, terutama dari novel atau film hollywood yang romantis. Sampai akhirnya kita semacam menciptakan "pattern" sendiri, dan menetapkan standar. Mulai dari pria yang kita kencani, seperti kita diperlakukan, apa yang harus dilakukan agar pasangan senang, bagaimana hubungan itu harus dimulai dan bagaimana hubungan itu seharusnya berakhir, dan sebagainya... dan sebagainya.

Akhirnya, saat semua nggak sesuai dengan apa yang kita harapkan, yang kita atur sedemikian rupa tidak berjalan mulus sesuai seperti apa yang dimau, kekecewaan akan muncul berkali-kali lipat. Ujungnya, bisa menyalahkan orang lain, dan yang paling sering adalah menyalahkan diri sendiri.

Beberapa hal yang saya pelajari di usai saya yang akan masuk di angka 25 di tahun ini adalah...

Boleh berharap, tapi harus siap dengan segala resiko di belakangnya kalau ternyata kenyatannya nggak sesuai.
Mengandalkan orang lain untuk memulai lebih dulu, untuk menyenangkan kita, untuk melakukan apa yang kita mau adalah sebuah kesia-siaan. 
Kita harus tetap memulai dari diri sendiri dulu, karna mengandalkan orang lain adalah salah satu jalan yang menuntun kita pada kekecewaan satu dan lainnya.

Standar yang kita ciptakan boleh tinggi, tapi ketika yang kita dapat jauh di bawah yang kita tetapkan, ya jangan kecewa berlebihan. 
Mengatur ekspektasi supaya nggak sakit sendiri sepertinya sebuah pilihan yang paling bijak untuk diterapkan. Terlebih ekspektasi tentang apa yang semestinya orang lain lakukan untuk kita.

Thursday 16 March 2017

TERUNTUK KAMU


Ditanggal yang sama beberapa tahun yang lalu, kamu adalah seseorang di luar lingkaranku.
Tak tau siapa, tak tau dimana. Bahkan, Solo - Jakarta rasanya tidak memungkinkan skenario bertemu secara kebetulan.
Kamu tak lebih hanyalah seorang asing, tak saling mengenal. 

Lalu kamu, juga aku, mulai mengenal cinta.
Kamu mati-matian mempertahankan seorang perempuan berparas manis berkulit kuning langsat.
Akupun demikian, menikmati hari bersama seseorang bermata teduh, seorang yang berjanji setia, tapi nyatanya pergi tanpa menyisakan kabar.
Tetap, kita tak saling mengenal.
Hingga air mata itu turun, hati itu patah.
Kita berdua nyaris merasakan patah hati di waktu yang sama.
menyapu sedih di tempat berbeda.

Hari berlalu,
Hingga hari itu, lagi-lagi, hidup menunjukkan rasa humornya. 
Kamu berada di tempat yang sama denganku ketika menghadiri undangan interview perusahaan swasta.
Mungkin kita pernah beberapa kali berdampingan di tempat yang sama ketika menaruh berkas lamaran atau pada kesempatan interview sebelumnya.
Tapi, aku tak sadar kamu ada.
Ya, kita tak pernah bertemu.

Kamu berpindah tempat duduk, menempati bangku kosong yang tak jauh dari tempatku duduk. 
Kita sama-sama menunggu giliran interview, tapi tak banyak percakapan yang kita buat.
Tak lebih dari sekedar bertukar nama, dan selesai begitu saja.
Tanpa rasa, tanpa ada yang tersisa.

Setelah pertemuan pertama, semua berjalan tanpa ada kamu.
Tak pernah sedetikpun kamu hadir di kepalaku, meminta dikenang, meminta dicari untuk kemudian ditemukan sebagai tambatan. 


*****


Lalu, hari itu tiba juga,
DImana aku memberikan diri menyapamu secara spontan dalam suasana cair melalui pesan singkat.
Saat itu aku ragu, karena pernah beberapa kali aku mengabaikan BlackBerry Messages yang kamu kirimkan.
Tapi di luar ekspektasi aku, kamu membalas pesan singkat yang kukirim.


*****


Sejak hari itu, kamu selalu berada di sini.
Jika lingkar lenganmu terlalu jauh untuk kugapai, keberadaanmu lekat dalam hati.
Kamu tak pernah pergi sejak hari itu, berjanji untuk selalu menemani.
Sejak hari itu, aku menjadi bagian dari hidup kamu, seorang yang kamu perkenalkan sebagai perempuan terdekatmu.
Perempuan yang saat ini dengan tegas kamu sebut sebagai calon istrimu.

Semenjak ada kamu, rasanya cinta yang membuatku patah hati sejadi-jadinya menjadi tak bermakna, tak lebih dari sekedar belajar mencinta.
Kamu adalah seorang yang membuat keasingan menjadi kehangatan.
Orang yang sama sekali asing tapi memberikan kenyamanan seperti sudah mengenal berpuluh tahun, seperti mempunyai rumah dalam bentuk raga.
Hadirnya kamu cukup membuatku blingsatan karena bahagia merasakan indahnya dimiliki.
Kamu membuat hati yang patah berkeping-keping menjadi nyaris utuh kembali.
Berbekas, tapi tak menggangu.

Untuk kamu, aku berjanji untuk mendampingi, untuk tidak terlalu jauh dari gapaian jiwamu. Untuk kamu, aku yang keras kepala ini berani menurunkan ego, berani melambatkan laju hidup dan berani melintasi batas idealismeku sendiri; menanggalkan karir dan memilih menjadi ibu rumah tangga. 

Untuk kamu, aku sayang kamu. Lebih dari kata-kata cinta dalam tulisan ini.