Friday 31 January 2014

The Beginning

Hari Ke-1

Teruntuk kamu,
yang pergi terlalu awal.


Mencintaimu bukan hal yang sia-sia,
tapi hatiku enggan lagi,
ia kini mengaku kalah; menyerah.

Mencintaimu pun bukan hal yang menakutkan,
tapi otakku berkata tidak,
menolak mentah-mentah untuk mengulangnya lagi.

Dan mencintaimu tidak sepahit menenggak bisa,
tapi lidahku mendadak kelu,
tidak ingin kooperatif menjawab ajakanmu untuk merajut kasih kembali.

 
---


Mencintaimu itu tidak seburuk itu, iya, tapi dulu.

Bahwa kini mencintaimu adalah sia-sia,
karena yang kamu inginkan hanyalah kesempurnaan,
tentunya bukan aku, dengan segala kekurangan dan segala yang biasa saja.

Bahwa demi kamu, aku terbiasa menelantarkan diriku sendiri,
mementingkan kebutuhan dan perasaanmu,
pun mengabaikan yang lain selain kamu,
tapi tetap aku bukan yang sempurna.

Bahwa seharusnya aku terlebih dulu menyadari,
namun sebaliknya, aku yang kehilangan segalanya; kamu memilih pergi,
meninggalkan kita tanpa kata,
dengan sekepal bagianku yang kosong yang terbiasa kau isi.

Pergilah. Karena yang sempurna hanya kau dan egomu,
nyatanya bukan aku yang terlambat,
hanya kamu yang (ingin) pergi terlalu cepat.

Wednesday 8 January 2014

Berkaca


Saya pernah membaca tulisan orang bahwa; menerima adalah setinggi-tingginya mencintai.
Lalu, apa menerima itu termasuk di dalamnya menerima keegoisaan, kemarahan, maupun keangkuhan?
Sampai sekarang saya masih berusaha mencari tau.

Saya juga pernah membaca bahwa ketika pasangan kita marah, sepertinya saat itu yang ia kenal hanya amarah, ambisi untuk menjatuhkan, egoisme untuk menang, dan bagaimana caranya agar tidak disalahkan.

Lalu, ketika ia marah apakah rasa sayangnya juga hilang? Ke mana? Bagaimana bisa?
Tidak adakah rasa takut bahwa pasangannya akan merasa tersakiti, baik oleh kata-kata maupun perilakunya? 

Kemudian saya melihat itu pada diri saya sendiri. Sebagai teman terdekat atau sebut saja pacar, ternyata saya belum berhasil menjadi sosok partner yang baik.

Saya masih banyak kurang, masih banyak salah, dan masih banyak tidak tau.
Saya juga bukan tipe orang penurut. Saya keras kepala, sering membantah, dan banyak mengeluh.
Saya masih sering egois. Saya lebih banyak bicara daripada mendengarkan. Juga terkadang lupa meminta maaf lebih dulu padahal itu kesalahan saya.
Saya sering tidak patuh, namun beberapa kali menuntut lebih.
Dan, saya juga sering marah-marah kalau apa yang dia lakukan tidak sesuai dengan kemauan saya.
Saya belum baik, dan masih jauh dari kata baik. 

Sementara itu, saya teringat seseorang pernah berujar pada saya bahwa; jangan karena diterima apa adanya, lantas bisa memperlakukan seenaknya. Dari yang sudah-sudah, saya dapat menyimpulkan bahwa memang setiap kali kita marah, ada hati orang lain yang lupa untuk kita jaga. Dan ya, sejauh ini dia yang bertahan di sebelah saya adalah tamparan terkeras yang diberikan oleh Tuhan kepada saya.

Dia dengan kesabaran yang luar biasa, pada akhirnya membuat saya ingin memantaskan diri sebagai seorang partner. Katanya, berubah itu datangnya dari dalam diri sendiri, tanpa dipaksa dan tanpa paksaan. Tapi kataku, perlu seseorang yang tepat untuk menjadi alasan terbesar kita berbenah diri, berubah ke tingkatan hidup yang lebih baik.



---



Dan tentu saja,

Mata berbinar hingga tidak bisa menyembunyikan rasa syukur, karena ternyata benar, akan ada seseorang yang datang, yang akan menerima semua kekuranganmu secara baik, dan secara ajaib kamu secara sukarela memperbaiki kekuranganmu untuk membuatnya tetap bertahan.

Dan benar saja,
Hanya seseorang yang tepat yang akan membuatmu berbenah diri atas kemauanmu sendiri, tanpa dipaksa dan paksaan sedikitpun di dalamnya.
Yang akan membuat kamu berbenah ke arah yang lebih baik, tanpa kehilangan siapa diri kamu sesungguhnya. 

Dari sekian banyak yang komplain terus, minimal pasti ada satu orang yang mau nerima apa adanya. Jadi, jangan nggak dihargain, ya. :)

Tuesday 7 January 2014

Ini 5 Tahun Kita

#latepost
9 Desember 2013


Selamat 5 tahun, Aa..

Hari ini tidak ada perayaan spesial, tidak ada perayaan khusus, tidak ada makan malam, tidak ada bunga mawar, tidak ada kue tart dan lilin berbentuk angka 5, tidak ada sms ucapan, tidak ada apa-apa.

Hari ini sama dengan hari-hari biasanya, rasanya seperti tidak ada apa-apa. Walaupun hari ini tanggal 9; ya, lima tahun yang lalu kami memutuskan untuk berjalan besama.

Jangankan bertemu pandang dan bertukar canda, hari ini kita sedang berada di kota masing-masing, dengan kesibukan masing-masing pula. Tidak ada yang spesial memang, Aku masih lelah sepulang dari luar kota untuk menjalankan tugas mata kuliah, dan kamu juga masih disibukkan dengan dateline tugas-tugas kuliahmu di sana.

Namun aku selalu sadar, bahwa aku (dan kamu juga), ingat akan hari ini. Sempat terlintas dalam perbincangan kita mengenai hari ini, namun hanya beberapa pesan, tidak banyak, tidak pula serius. 

Tapi buat aku itu sudah cukup. Cukup tau bahwa kamu masih mengingatnya. Seberapa besar harapan aku menerima pesan berisi kata-kata anniversary dari kamu... namun semua terbayar lunas oleh apa yang sudah kita jalani bertahun-tahun ini. Aku bahagia masih bersama dengan kamu hari ini, sebagai perempuan yang kamu bilang penyemangat hidupmu.






Untuk Aa,
dari sekian banyak doa yang aku panjatkan, bertemu kamu adalah salah satu yang dipilih Allah untuk terkabulkan.


(Anniversary is a repetition of promise made with each other, love get stronger. I thanks you because you listen when I speak and you see me for who I am. Life's greatest gift! - @falla_adinda)