Friday 25 December 2015

DUA PULUH EMPAT


Apa yang bisa diceritakan oleh satuan waktu? Sebuah transformasi, dari seorang yang sangat kita kenal menjadi yang begitu asing.. dan, seorang asing yang tiba-tiba menjadi bagian hidup..

Beberapa bulan lalu, ketika saya memutuskan untuk mengiyakan ajakan jalan seorang laki-laki yang saya kenal belum terlalu lama. Tanpa ekspektasi berlebih. Hanya sekedar mengisi Hari Minggu yang sama saja dengan minggu-minggu sebelumnya -jalan dengan siapapun yang mengajak.

Ketika itu, hidup sedang stagnan-stagnannya. Ditinggal pergi cinta dan berusaha untuk menyukai seseorang tapi tak bisa. Dengan celana jeans skinny berwarna biru muda, cardigan, dan hijab berwarna senada kami memutuskan menghabiskan malam itu. Entah apa yang menarik perhatian dari seorang laki-laki yang hanya mengenakan sweater hitam, jeans dan sepatu seadanya. Tapi semakin saya berbicara banyak dengan dirinya, semakin saya ingin mengenal orang ini lebih dalam.

Mungkin pintar, pun sikap dewasa yang ia tunjukkan (dia memperlakukan saya seperti seorang kakak yang berusaha melindungi adiknya). Apapun, kami memutuskan untuk menutup malam itu dengan segelas teh hangat. Pada sebuah tempat bermeja bulat, kami duduk saling berhadapan. Lucu, 2 gelas minuman bisa menjadi sebuah penentu awal cerita. Sebuah keputusan dan sebuah pembuka bagi jalan berikutnya..

Masih tak terbayang jika hari itu, saya menerima ajakan yang lain.. atau menolak ajakan seorang yang tak begitu saya kenal itu, mungkin ceritanya bukan seperti ini.

Selamat 3 bulan,
Abang!

Saturday 12 September 2015

WELCOME, TWENTY - SOMETHING!


September 9th, I'm turning twenty-something. Alhamdulillah... masih diberi rezeki umur sampai hari ini sama Allah. Nggak ada hal-hal yang spesial memang di hari ulang tahun saya (dan hampir tiap tahun seperti ini, sih), cuma saya nggak pernah juga ngerasa sedih atau iri ngelihat teman, sahabat, saudara, tetangga saya diberi surprise ulang tahun dari orang-orang terdekatnya hehe.

Sejak kecil, saya terbiasa merayakan ulang tahun hanya dengan keluarga aja. Biasanya kami pergi makan sebagai bentuk syukur atas bertambahnya usia. Tapi nggak tau kenapa, itu sudah lebih dari cukup untuk saya. Bahkan saya nggak pernah kepikiran pengen di-surprise-in tengah malem tepat pergantian hari seperti yang orang-orang terima di hari ulang tahunnya.

Saya cuma pengen ngelewatin hari ulang tahun senormal mungkin, lebih kepada mensyukuri apa yang sudah ada dan terjadi dalam hidup saya selama ini. Bagi saya, ucapan selamat dan doa tulus dari Ayah, Ibu, Adik dan sahabat saya itu udah merupakan kebahagiaan lahir-batin, dan yang pasti selalu berhasil bikin saya terharu sampe kadang hampir mewek juga. :") 

Tiga hari lalu, Alhamdulillah... harapan saya, semoga Allah memberi saya umur panjang supaya saya bisa berbakti dan membahagiakan orang tua saya lebih lama, terus istiqomah sesuai ajaran agama saya, ditunjukkan jalan yang di ridhoi oleh Allah, lebih wise, lebih dewasa dalam berpikir, berkata dan bersikap, karir lancar, project-project lancar, rencana-rencana hidup terealisasikan, dan lain-lain yang kayaknya ngga bisa disebutin satu persatu hehehe.

Terimakasih untuk sahabat dan teman-teman saya untuk ucapan dan doa-doa baiknya, ya.
Semoga semua doa-doanya diijabah sama Allah dan semoga Allah balas semuanya, ya. :)


Monday 24 August 2015

CERITA TENTANG CITA-CITA


Ketika memasuki fase umur dua puluh-an, tak sedikit pandangan orang tentang cita-citanya yang mulai sedikit berubah. Memang, masih ada beberapa orang yang memiliki tekad bulat ingin menggapai apa yang ia cita-citakan, dan sebagian mereka memang berhasil. 

Memiliki cita-cita memang menyenangkan. Membuat kita tau apa yang ingin kita capai dan tau ada yang harus diperjuangkan. Namun tidak sedikit juga yang berbelok arah 180 derajat; ya, beralih bercita-cita yang lebih "sesuai". Semakin beranjak dewasa, idealnya, pola pikir kita juga semakin dewasa. Semakin realistis terhadap keadaan; bahwa semuanya yang kita cita-citakan terkadang nggak bisa berjalan beberapa hal.

Semasa kecil saya bercita-cita ingin menjadi dokter, dokter spesialis anak. Setelah saya masuk SMA, saya mesti ikhlas kalau jalan saya ternyata nggak di situ. Hmm, ya gimana mau jadi dokter kalau sama pelajaran IPA dan Matematika aja saya mabok banget. Dan akhirnya masuk di peminatan IPS. Ya logika aja yaaa pemirsa pembaca, nanti kalau ngotot jadi dokter malah bahayanin pasiennya hehehe.

Lalu, cita-cita saya berubah jauh; yaitu pengen jadi News Anchor/Jurnalis/Reporter. Ya, bekerja di media. Pokoknya dipikiran saya waktu itu, kerja di media itu enak, bisa sering-sering masuk tv, dilihat banyak orang se-Indonesia, jugaaa... bisa sering-sering ketemu artis hehehe.

Tapi kalau diukur dari tingkat kecocokan, ya cocok sih. Kebetulan saya ambil jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu Universitas Negeri di Jawa Tengah. 



---



Seiring berjalannya waktu, cita-cita terbesar saya bukan itu. Jadi berubah lagi? Nggak kok. Untuk soal pekerjaan dan karir ke depan saya tetap ingin menjadi bagian dari sebuah media. Tapi, cita-cita terbesar saya sekarang adalah...

Saya ingin menjadi seorang Ibu yang baik.

Ya, cita-cita yang beberapa orang menertawakan, dan tak sedikit yang mencibir. Mungkin banyak orang yang akan berekspektasi sama jika mendengar cita-cita yang "hanya" menjadi seorang Ibu.

Kenapa harus mencibir? Buat saya, cita-cita menjadi seorang Ibu yang baik itu lebih susah dari pada membangun karir yang setinggi-tingginya, menduduki jabatan strategis di perusahaan yang semua orang hormat dan tunduk pada kita. Ya, saya serius, pekerjaan yang harus diapresiasi adalah menjadi Ibu yang baik.

Mengapa harus diapresiasi? Karena menjadi Ibu yang baik tidak ada sekolahnya dan untuk menjadi Ibu yang baik tidak melalui ujian tertulis yang membuat kita susah tidur berhari-hari menjelang ujian. Menjadi Ibu yang baik hanya butuh pengakuan. Iya, pengakuan, pengakuan dari keluarga. Dan Ibu yang baik adalah pencapaian tertinggi dari perempuan karena untuk menjadi Ibu yang baik dibutuhkan pengakuan dari keluarga. Dan, itu jauh lebih sulit.

Saya memang belum berkeluarga, tapi saya bisa mengamati, memperlajari, dan menilai bagaimana semestinya menjadi Ibu yang baik. Ketulusan cinta seorang Ibu yang rela bangun lebih awal demi menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya dan rela tidur lebih larut untuk menunggu suami dan anak-anaknya pulang...

Dan, masih banyak lagi yang Ibu lakukan untuk kita, namun kita tak pernah sadar...

Jadi, siapa bilang berani menjadi Ibu yang baik itu tidak sekeren wanita paling menduduki posisi stategis di perusahaan?

Menjadi direktur di perusahaan? Mudah. Tapi apa artinya semua pencapaian duniawi kalau nak merasa terabaikan? Jika tidak ada sapaan selamat pagi penuh cinta untuk anak-anak, jika tidak ada tangan halus mengajari mereka menggambar, jika tidak ada sosok Ibu yang menemani anak perempuannya membeli peralatan make-up pertamanya, sosok untuk anak perempuan menceritakan pacar pertamanya, sosok untuk mereka menangis, sosok untuk mereka cari ketika mendapatkan nilai baik, sosok yang mereka peluk ketika mereka jatuh dan sosok yang mereka banggakan kedepan teman-temannya karena Ibunya tidak pernah marah-marah dalam mendidiknya. Itu peran seorang Ibu.

Menjadi Ibu tidak hanya melahirkan, tapi menemani mereka hingga nafas terakhirnya..

Cita-cita saya masih panjang. Saya masih punya rencana lanjut sekolah, saya masih ingin kursus menjadi MUA, saya masih ingin mempunyai clothing label sendiri, saya masih ingin jadi blogger yang dikenal, saya masih ingin punya buku hasil tulisan saya. Tapi apa impian terbesar saya? Tetap, hanya menjadi Ibu yang baik. Seorang Ibu yang bisa dibanggakan dan selalu dirindukan. :)

Thursday 20 August 2015

LALU SETELAH INI JADI APA?


Hallo, semuanya!

Rasanya saya udah lamaaaa banget nggak sign-in ke blog, jadi seperti biasa bingung kan mau memulai dari mana. Banyak moment yang semestinya bisa tertuliskan, tapi ya... kalau rasa males melanda saya mah bisa apa hehehe.

Oh ya, saya masih punya hutang nulis pada diri saya sendiri tentang apa aja keinginan saya pasca lulus kuliah. Bisa dilihat di sini untuk tulisan tentang wisuda saya. Okay, sebetulnya sulit juga sih nulisnya, ya karena sampai hari ini saya juga belum mendapatkan pekerjaan alias masih santai-santai aja di rumah. Jangan ditanya sedih apa nggak ya, jawabannya udah pasti sedih. Mengetahui beberapa teman sudah menemukan pekerjaan yang mereka mau, sedangkan saya? Masih belum juga. :)

Ketika udah lulus kuliah, apalagi yang mau dikejar? Lanjut sekolah? Kerja? Atau nikah? Kalau nurutin cita-cita, jelas saya pilih nomor 1. Tapi untuk mewujudkan cita-cita, pasti ada kan sesuatu yang mesti diperjuangkan terlebih dahulu? Nah, pilihan yang paling bijak untuk saya sekarang adalah; get a job! Ya sesimpel, lanjut sekolah lagi kan butuh biaya, dan biayanya juga nggak sedikit. Kecuali dapat tawaran beasiswa yah, pasti prioritas saya akan balik ke nomor 1 lagi. 

Perasaan di saat-saat nganggur seperti ini memang lagi sensitif-sensitifnya menurut saya. Bahkan lebih sensitif daripada ditanya "kapan lulus?" sewaktu masih kuliah. That's true. Ada perasaan sedih, kecewa, nggak enak sama orang tua, semuanya perasaan negatif campur aduk jadi satu. Yang mana akhirnya saya jadi kesel dan nggak jarang nangis sendiri. :)
 
Gimanapun, saya dan beberapa orang-orang di luar sana pasti maunya langsung dapat kerja nggak lama setelah lulus. Namun sayangnya, rencana Tuhan terkadang memang tak sejalan dengan rencana kita. Saya memang agak strict sih orangnya kalau soal kerjaan. Bukan pilih-pilih, tapi lebih ke.. pengen bekerja di tempat yang ilmu dan passion saya bisa berkembang disitu.

Kebayang kan kalau ambil random chances, lalu baru ngerasa "salah jalur" saat ditengah-tengah kontrak. Mau resign nggak mungkin juga karna tertahan kontrak, nggak resign juga jadi nggak nyaman saat kerja. Duh, aku sih nggak mau kayak gitu. Jatohnya malah nggak totalitas dalam bekerja. Dan kalau resign semau saya, itu menandakan kalau saya nggak professional juga.

Tapi saya nggak pernah menyalahkan atau marah pada Tuhan karena keadaan ini. Saya selalu yakin kalau Tuhan sedang menggenggam doa-doa dan harapan saya, yang kemudian akan Ia realisasikan satu persatu, di waktu yang dirasa paling tepat. Saya justru makin sering introspeksi pada diri saya sendiri. Kenapa selama ini selalu gagal dalam setiap test.

Sebisa mungkin selalu saya coba agar mindset saya berpikiran positif, bukan menyalahkan keadaan. Karena saya yakin, ketika pikiran kita selalu positif, hal-hal positif juga akan datang kepada kita. Yang jelas jangan biarkan keadaan yang nggak enak jadi pengurang syukur, tapi jadi penambah syukur. Kita nggak pernah tau kan kapan tangan Tuhan akan "bekerja", dimana keajaiban itu bisa saja tiba-tiba datang.

And last but not least.. 
Untuk yang belum kerja seperti saya, pintar-pintar atur pikiran aja supaya selalu positif. Jangan lelah untuk belajar, berusaha lebih keras, dan tentunya berdoa semaksimal yang kalian bisa. Ketika semuanya sudah diupayakan, let's Allah show us the way. Biarkan Tuhan bekerja sesuai dengan rencana-Nya sendiri.

Enjoy every single moment! Mungkin kalian nggak akan ngerasain sesantai ini di rumah atau bisa travelling kemanapun yang kalian mau ketika sudah mendapatkan kesibukan, nanti. Isi waktu luang kalian dengan hal-hal yang kalian sukai, puas-puasin selagi waktu kalian masih banyak. :)



Memang harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan sesuatu yang benar-benar kita inginkan. Supaya kelak, kita tidak menyia-nyiakannya begitu saja ketika semuanya sudah kita genggam.


Semangat berjuang, para jobseeker



PS: 
Sedikit cerita, kalau saya masih belum kerja sampai saat ini bukan berarti saya belum diterima kerja di mana-mana. Sebelumnya, sudah ada 2 tempat yang menerima saya bekerja. Kenapa nggak saya ambil? Simpel, karena passion saya nggak di situ. Saya hanya "kebawa arus" daftar sana-sini biar cepet dapat kerjaan aja hehehe. Jangan ragu berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan sesuatu yang benar-benar kalian inginkan, yah! :)




Sunday 19 April 2015

APA YANG BISA DILAKUKAN WAKTU?


Jadi, apa?
Apa yang bisa dilakukan oleh waktu? 


---


April 2015. Di sebuah tempat makan di pusat kota. Setelah berbulan-bulan tak jumpa. Sahabat saya, sebut saya Ayla, mahasiswi, berpacaran selama sekian tahun. Sambil meneguk segelas air mineral di genggamannya, ia mulai bercerita tentang rumitnya kisah kasih yang sedang ia jalani.

"...karena gue males kayak gitu mulu. Perasaan tahun ke tahun makin nggak jelas mau dibawa kemana hubungannya".

Dari 45 menit berlalu sejak Ayla mulai berbicara pada saya tentang masalahnya, saya hanya tak henti menghela nafas. Sambil sesekali meneguk segelas lemon tea yang saya pesan.



--



Saya sering tak habis pikir bagaimana bisa seorang lelaki dengan begitu teganya menyakiti perasaan wanita yang katanya ia sayang. Parahnya lagi, dilakukannya tidak hanya satu kali, tapi berkali-kali.

Katanya sayang? Kok disakitin? Kok dibikin nangis terus?

Bukan, bukan saya mau menyalahkan lelaki sepenuhnya atas suatu masalah yang terjadi. Paling tidak, wanita juga ikut menyumbang sebab atas masalah tersebut. Tetapi pointnya adalah kadar pemaklumannya yang kurang.  

Sebagai manusia dewasa, kita nggak akan mungkin terlepas dari berbagai masalah kehidupan. Tak terkecuali dalam percintaan. Masalah itu akan terus dan terus datang silih berganti. Menguji kita akan seberapa tangguh kita dalam memperjuangkan hubungan yang dari awal sudah diniatkan untuk dimulai.

Pemakluman itu sangat penting menurutku. Tanpa adanya pemakluman, sebuah komitmen nggak akan bisa berlanjut lama. Memaklumi bahwa pasangan adalah orang yang 180 derajat berbeda dengan kita; berbeda karakternya, pemikirannya, dan berbeda kebiasaannya.

Beberapa hubungan memang harus "dipaksa" berakhir bukan karena sudah tak cinta, tapi karena keadaan yang memaksa mereka memutuskan demikian. Iya, bisa dibilang, kadar pemakluman yang kurang dalam menghadapi masalah bersama menjadi salah satu pemicu mengapa suatu perselisihan tak kunjung menemukan titik temunya.



---



Mendengarkan cerita sahabat saya tadi lantas membuat saya semakin yakin bahwa; kualitas hubungan memang tidak bisa diukur dari seberapa lama hubungan itu terjalin. Ya, beberapa orang memang berhasil mempertahankan hubungan yang mereka jalin sekian tahun dan mengkakhirinya di pelaminan. Sisanya? Gagal dan memilih mengakhirinya.

Hmm, waktu yang lama bersama tak jarang memang menimbulkan perasaan bosan diantara keduanya. Tapi, kalau hanya alasannya bosan lalu seenaknya juga mengabaikan pasangannya, dewasa nggak tuh? 

Sebegitu hebatnya waktu, sehebat itulah Tuhan membolak-balikan perasaan manusia. Hari itu kami bertemu untuk merayakan anniversary-nya yang ke 5, 6 bulan kemudian kami kembali bertemu untuk mengusap air matanya yang jatuh karena kandasnya cerita yang pernah ia bangun.


Thursday 2 April 2015

Akhirnya Pakai Toga!


Sebetulnya ini latepost banget, tapi nggak apa-apa deh ya tetap di posting, nantinya tulisan ini yang akan menjadi remember saya jika suatu hari ingatan saya sudah mulai memudar. Jadi begini...

Alhamdulillah,
sekarang saya sudah resmi menjadi seorang sarjana. Tepat 7 Maret 2015 lalu, saya diwisuda di Kampus kebanggaan saya.
Cielaah, udah sah pakai title S.I.Kom di belakang nama hehehe.

Benar kata orang, euforia wisuda memang semeriah itu. Apalagi wisuda Strata-1 yang notabene-nya adalah wisuda tersakral bagi seorang mahasiswa, termasuk saya. Karena dengan itu, satu chapter dalam hidup telah berhasil dilewati. Yap, lulus dan menjadi seorang sarjana.

Dengan itu juga, berarti saya akan melewati babak baru berikutnya; mencari kerja. Iya, berkarir adalah satu diantara beberapa pilihan yang akhirnya saya letakkan di urutan nomor satu setelah menjadi sarjana.

Beberapa orang bilang ke saya kalau, "ah, perempuan mah tinggal nunggu dilamar aja, nggak perlu kerja terlalu berat". Kadang agak gimana gitu ya sama yang bilang seperti itu, tapi saya sih biasanya lebih milih senyumin aja, mau ngebahas soal begituan mah jadi panjang ujungnya, bener nggak? Ada yang sependapat? :D

Untuk pertanyaan, setelah wisuda mau apa kayaknya dijawab di postingan selanjutnya aja kali ya...
 
Yang jelas saya bahagia telah menyelesaikan studi saya. Ini semua untuk Ayah dan Ibu yang dengan sabar dan ikhlas memberikan curahan doa, kasih sayang, dukungan, dan materi yang nggak pernah putus. Terimakasih Ayah Ibu. Sehat-sehat terus ya sampai saya bisa buat kalian bangga, sesegera mungkin. Insha Allah. :))




Ayah dan Ibu. :)


 Akhirnya pakai toga!

Banyak yang bilang kalau kita mirip, mirip nggak?


Teman seperjuangan



Segini aja foto-fotonya, kebanyakan udah saya upload ke Instagram @araapratiwi. :) 



Salam,
Ara.

Wednesday 1 April 2015

Menjadi Konsisten itu Sulit, tapi Bisa.


"Berhijab kan proses, suka-suka aku lah mau pakai terus atau nggak".
"Mau pakai atau nggak itu kan urusan aku, bukan urusanmu".

 
Jujur saja, belakangan ini saya makin prihatin kalau membaca atau mendengar langsung ada yang berkata demikian. Memang benar, berhijab itu sebuah proses, proses yang tidak sebentar. Tapi, alangkah baiknya tiap proses menuju kebaikan itu tidak diiringi dengan proses mendekati yang tidak baik lagi juga, kan?

Begini, saya pun masih jauh dari kata sempurna dalam berhijab. Tapi sejak saya memutuskan berhijab, Agustus 2013, saya juga punya prinsip; untuk tidak lepas-pakai lagi. Memang nggak mudah.. apalagi yang tadinya terbiasa memakai pakaian lengan pendek atau bahkan yang tanpa lengan tiap hari, lalu tiba-tiba harus menutup aurat hampir seluruh bagian tubuh.

Berhijab itu sebuah proses panjang dan saya setuju. Kenapa harus berproses? Karena bertransformasi menjadi lebih baik itu perlu waktu, pelan-pelan, namun pasti. Banyak yang bilang kan kalau "berhijab aja dulu, nanti hati dan perilakunya pasti ngikutin", yap, itu juga nggak salah.

Yang saya tidak sependapat adalah, ketika sudah berniat melangkah maju, tapi masih sering menoleh ke belakang.





Sedikit cerita tentang pengalaman saya memakai hijab, di awal-awal saya juga masih sering menggunakan baju ketat, transparan, atau yang berlengan 3/4. Saya tahu betul itu jauh dari kata sempurna. Tapi saya coba pelan-pelan menyamankan diri dengan 'aksesoris baru' yang saya pakai itu. Tetep lanjut walaupun suka kegerahan kalau cuaca sedang panas-panasnya. :)

(FYI aja, buat pemula, nggak perlu sampai tahap mencintai dulu deh, menyamankan diri aja dulu. Itu jauh lebih sulit sih.)

Dan... it's work, kok. Lama kelamaan saya menjadi nyaman dengan hijab yang menempel di kepala saya tiap hari. Udah nggak lagi ngerasa gerah berlebih ketika panas, gatel-gatel, risih dan sebagainya. Malah makin pede aja gitu makainya. Alhamdulillah. :))

Okay, balik lagi soal keprihatinan saya tadi.. Makin kesini makin sering lihat orang -termasuk beberapa teman dan saudara, yang masih suka lepas-pakai hijab seenaknya. Dan yang bikin makin sedih itu, mereka justru meng-upload foto tak berhijabnya di social media. Jadi sebetulnya saya yang kelewat kolot atau mereka yang kelewat nggak menghargai sebuah proses ya? 

Mau negur segan, nggak negur kok ya nggak sadar-sadar. Bikin gemes sendiri ya kan. Iya, saya termasuk orang yang kolot soal hijab. Pakai ya pakai, nggak ya nggak! Sesimpel itu sih pilihan menurut saya. Nah, yang nggak sesimpel itu soal konsistensinya. Konsisten buat terus siap menjalani panjangnya sebuah proses, apapun keadannya. 

Bagi saya, dan pasti banyak yang setuju juga kan, kalau untuk mendapatkan suatu tujuan, konsisten itu sebenar-benarnya kunci keberhasilan. Masih mau minta hadiah surga sama Allah kalau kitanya aja nggak ada usaha sama sekali? Nggak malu udah dikasih hidup, rejeki, dan rizki yang terus-menerus sama Allah? :)

Untuk terus konsisten memang sulit, saya paham kok. Belum lagi di saat awal-awal berhijab banyak godaan di depan mata; seperti model baju lengan pendek yang makin lucu-lucu, tawaran kerja yang syaratnya harus nggak berhijab, dan masih banyak lagi. Tapi saya cuma yakin aja sih waktu itu, kalau konsisten, Allah juga akan menggantinya dengan hal yang jauh lebih baik. :))

Dan benar saja, sedikit banyak hijab itu kini jadi semacam filter di hidup saya. Mendekatkan saya dengan banyak orang-orang baik, dan menjauhkan saya dari hal-hal yang memang tidak sepantasnya saya dekati. Kalau ada yang nggak sepaham sama tulisan saya, saya minta maaf ya. Saya bukan mau sok paling benar apalagi menggurui, ini cuma perkara pemikiran aja. Diterima apa nggak ya balik lagi ke prinsip masing-masing. :))






Jadi, masih mau mikir berapa kali lagi untuk mulai konsisten? :)


Salam,
Ara.

Friday 23 January 2015

Featured in Media ala Arifinda D. Putri


Halloooo~
Setelah sekian lama absen dari nulis #1Day1Dream, akhirnya... i'm back!

Harap maklum ya, namanya juga mahasiswi semester akhir ((akhir banget)). Kalau nggak sibuk nyekripsi, ya sibuk ngerevisi. Gitu-gitu aja kegiatannya~

Tapi Alhamdulillah, kabar bahagianya... akhirnya saya sudah sidang! Iya, ini penting banget disampaikan sebelum mengawali tulisan hari ini. Bahagia banget, lega banget satu persatu kewajiban sudah selesai ditunaikan. Ya, meskipun ini belum selesai; masih ada revisi dan jurnal menanti.

Okay, setelah absen lumayan lama, saya nggak akan nulis yang berat-berat dulu. Hmm, pas banget hari ini masih bertema tentang; impian temanmu. Dan, yang saya pilih untuk post kali ini adalah...

Featured in Media ala Arifinda D. Putri.

Arifinda D. Putri, blogger yang baru aja saya kenal melalui project ini. Iya, kenalnya belum lama, tapi anaknya asik banget diajak ngobrol, sharing banyak hal, nyambung bahas ini-itu, dan yang paling penting adalah; kesukaannya mostly pada hal yang sama, jadinya yaaa.. gampang akrab! Fyi, saya orangnya nggak gampang akrab sama orang yang baru kenal. Semoga nggak cuma saya aja ya Des yang mengganggap "akrab" pertemanan baru kita ini hehehe.

Katanya, di salah satu post yang dia tulis di sini, Desi penasaran banget sama yang masuk media, tapi dalam ranah positif, bukan karena tindakan kriminal. Alasannya pengen masuk media itu mungkin alasan paling absurd yang pernah saya tahu; "karena kalau di media, aku bisa kasih lihat ke orang tua atau keluarganya sambil pasang muka sok keren". Hahahah ada-ada aja kamu, Des. :D

Tapi Des, tunggu deh. Kamu tau nggak.. mimpi kamu itu untuk kesekian kalinya sama (lagi) loh sama mimpi saya. Buahahahaha. Kok ya bisa pas banget gitu ya Des.. Saya juga mau banget sesekali nampang di media. Media apa aja, lokal juga boleh. Yang penting nampang aja dulu hehehe.

Kalau dipikir konyol juga sih mimpi kita ini, ya. Tapi nggak apa-apa Des, namanya juga mimpi, wajib setinggi-tingginya! Suatu hari nanti, saya juga berharap kalau nama saya bisa dimuat di salah satu majalah wanita; as a reporter, editor, or anything else. Yang penting menjadi salah satu contributor di dalamnya.

Untuk Desi, semangat ya! Jangan pernah berhenti mengusahakan apa yang kamu impikan. Allah selalu menggenggam mimpi-mimpi yang kita inginkan dengan sungguh-sungguh, dan akan mewujudkannya; nanti. Di waktu yang dirasa paling tepat. Tulisan kamu bagus-bagus kok, Des. See? Nggak harus kuliah di jurusan Jurnalistik dulu kan supaya bisa bikin tulisan yang keren? :)



Salam,
Ara.

Thursday 15 January 2015

Sesederhana Segera Diwisuda~


Balik lagi ke satu mimpi tiap hari... Okay, kalau bahas mimpi, yang langsung muncul dipikiran saya saketika adalah;

1. Sidang skripsi
2. Lulus dengan sedikit revisi
3. Wisuda

Udah. Mimpi saya cuma tiga itu aja. Kalau dilihat mimpinya memang berkesinambungan dari nomor satu, dua, dan tiga, ya. Kenapa? Here the reasons...

Mengapa harus ketiga hal itu?

Alasannya? Saya cuma mau menyelesaikan kewajiban tepat waktu aja. Udah nggak mau molor-molor lagi apalagi sampai memperpanjang waktu studi lagi. Jangan sampai dong ya.. Tapi nggak berlebihan juga ekspektasinya, nanti kalau yang kejadian nggak sesuai dengan yang direncanakan malah bikin kecewanya berkal-kali lipat kan, ya.
Sidang skripsi.

Kalau ditanya takut apa nggak, grogi apa nggak, pasti takut lah.. grogi juga lah.. ngebayangin nanti bakal duduk berhadapan dengan 3 dosen. Bahkan jarak duduk kami nggak sampai 2 meter. Parno banget pokoknya kalau udah kepikiran soal sidang skripsi. Tapi, untuk menuju ke mimpi kedua dan ketiga, mau nggak mau, siap nggak siap, harus ngelewatin satu step itu terlebih dahulu. Semangat!

Bismillah. Tinggal menghitung hari di mana penelitian saya selama 8 bulan ini akan saya pertanggungjawabkan di meja sidang. Semoga nggak ada penguji yang mempersulit, nggak ngasih pertanyaan yang menjebak, dan yang paling penting adalah...

Lulus dengan sedikit revisi.
Siapa coba yang mau dikasih banyak-banyak revisi? Pasti nggak ada yang jawab mau ya kan... apalagi pasca sidang. Pengennya pasti cepet-cepet selesai, udah bosen berkutat sama puluhan lembar kertas yang dicorat-coret dosen. Pffttt~

Lalu, apalagi?

Wisuda.
Wisuda nggak cuma berarti sebuah tanda kelulusan semata, lebih dari itu, moment wisuda itu semacam self reward buat perjuangan dan kerja keras selama berbulan-bulan bergelut dengan skripsi dan revisi. Sesekali diri sendiri juga perlu dibahagiakan, lho ya. Rayakan wisuda semeriah dan seceria yang kamu bisa. Dandan yang paling cantik atau pakai kebaya yang diimpikan misalnya? Apapun itu, biasakan selalu kasih reward buat diri sendiri setelah selesai melakukan sesuatu yang dirasa sulit. :)



 Source: Instagram.com



NB:
Ditulis beberapa hari sebelum sidang skripsi. Mohon doanya semoga lancar ya sidangnya. :))


Salam,
Ara. 

Wednesday 14 January 2015

The Queen of Simplicity Beauty, Siti Juwariyah.


Simple is beauty. Tiap kali dengar kalimat itu, yang selalu saya ingat adalah Siti Juwariyah. Beberapa kali, dalam tiap kesempatan wawancara dengan media, Siti selalu mengungkapkan slogan andalannya itu. Yap, sebagai hijabers (re: yang make hijab, ya :p), belum afdol kalau nggak bahas soal Siti Juwariyah. Jadi gini...

SITI JUWARIYAH
 
Siti Juwariyah? Yang mana sih?

Kalau kalian suka main Twitter dan Instagram pasti nggak asing lagi sama nama yang satu ini. Seorang fashion blogger yang aktif sebagai anggota Hijabers Community Jakarta tersebut adalah founder dari brand muslimah yang kualitas dan ketenarannya nggak perlu ditanyakan lagi, Kaffah dan Kaffah Apparel. 

Aktif sebagai fashion blogger membuat Siti dengan mudah memperkenalkan brand yang ia miliki. Nggak sekedar promosi produk di blog, Siti juga rajin memposting ootd maupun tutorial hijab yang biasa ia pakai dalam kesehariannya. Nggak salah kan kalau makin hari pageviews dan followers Siti makin bertambah dan... yang pastinya berimbas ke penjualan produknya, kan.

Apa kelebihan Siti dibanding fashion blogger lain?

Bisa dibilang style fashion Siti itu style yang paling santai, paling gampang ditiru buat kita-kita yang pengen tampil casual, modis tapi nggak terkesan "maksa". Bukan berarti yang lain ngga lebih bagus ya, ini cuma soal penilaian dan persepsi personal aja. Style-nya ngga pernah ribet-ribet, cara pakai hijabnya juga, sederhana tapi selalu cantik. :)

Siti mengawali usaha line clothing-nya bersama-sama dengan Ibu dan sang Adik. Konsistensi mereka dalam menjaga kualitas produknya layak diacungi jempol. Terbukti dari respon konsumen setia Kaffah yang ingin terus menambah koleksinya lagi, lagi, dan lagi.

Bahkan, Kaffah dijuluki "always sold out in one time". Ya memang sih. Aku juga ngerasain begitu. Tiap kali publish koleksi terbaru, selalu sama, habis terjual dalam waktu yang singkat. Sensasi rebutannya itu lho yang bikin... Ngggg gilaaaa!

Terlepas dari ketenaran brand-nya, Siti adalah sosok yang ramah. Baiiiiik banget. Asli. Di sela-sela kesibukannya ngurus usaha, keluarga, dan Baby Ghazi, Siti masih mau ngeladenin permintaan wawancara saya beberapa waktu lalu, lho. Tengah malam pula. Duh, kak Siti, gimana bisa saya nggak kagum sama kakak coba? :))

Terus, kalau mau lihat Siti di mana?

Bisa di cek di blog personal Siti di sitisstreet.blogspot.com, atau di blog Kaffah saturday-market.blogspot.com. Atau kunjungi akun Twitter dan Instagram Siti di @sitijwryh. Kali aja abis lihat sendiri penilaian kalian jadi sama kayak saya, hehehe.



Photoshoot Siti for Her Brand

 Source: saturday-market.blogspot.com



Salah Satu ootd Siti

 Source: Instagram Siti @sitijwryh



Salam,
Ara.

Tuesday 13 January 2015

The Most Fashionable, Chachathaib!


Hallooo!
Ini hari pertama saya nulis untuk project #1Day1Dream. Sebetulnya, challenge ini udah dimulai dari tanggal 1 Januari. Tapi karena saya telat tahunya, jadi ya... nggak apa-apa ikutannya telat juga. Kata orang bijak kan better late than never hehehe.

Ternyata eh ternyata, hari ini tulisannya bertema sosok orang terkenal yang kamu kagumi. Dan, orang pertama yang saya pilih masuk dalam list post sesi ini adalah...

CHACHATHAIB

Kenapa harus Chahathaib?

Annisa Nadzirani atau yang akrab disapa Chacha adalah satu diantara orang-orang yang akhirnya membuat saya pengen memakai hijab. Saya aja nggak pernah nyangka, apalagi punya rencana bakal pakai hijab dalam waktu dekat, nggak ada sama sekali. Biasalah, kebanyakan alasan ini-itu yang sebenernya cuma buat nunda-nunda kewajiban aja, sih.

Dari mana tahu Chachathaib?

Pertama kali tahu Chacha dari Twitter, sekitar tahun 2012. Awalnya saya cuma nge-follow Falla Adinda, terus sering merhatiin kalau mereka berdua sering mention-an gitu. Penasaran, akhirnya aku view profil Chacha. Kesan pertama pas lihat Chacha? Cantik, pake hijab pula. Follow deh. Terus ngikutin tweet-nya tiap hari, ternyata orangnya juga asik.
Setelah masa hitz Twitter bergeser ke Instagram, saya juga ngikutin tuh akun Instagram Chacha. Terus blog-nya juga, semua saya follow. Dalam batin saya, "ini perempuan kok nggak pernah nggak bagus pilihan style fashion-nya ya". Seneng aja gitu kalau lihat perempuan cantik dan berhijab tapi tetap fashionable. Padahal waktu itu saya belum berhijab hehehe. 

Dari situ, munculan keinginan untuk berhijab. Iya, hatinya memang tergerak karena ngelihat fashion hijab bagus-bagus. Tapi belum tergerak karena tahu kalau hijab itu sebuah keharusan. Tapi setelah saya tanya banyak orang yang udah berhijab, minta pendapat orang tua, dan Aa... akhirnya bismillah, Agustus 2013 saya memutuskan memakai hijab.

Apa yang sudah Chachathaib lakukan sampai masuk list orang yang aku kagumi?

Well, kalau berhijab itu proses. Begitu juga yang saya lihat pada diri Chacha. Kalau kalian ada yang sama dengan saya, ngikutin Chacha dari beberapa tahun lalu, pasti tahu dimana perubahannya. Bukan, bukan berarti dulu Chacha nggak baik, tapi sekarang coba lihat gimana penampilan Chacha.. makin hari makin syar'i berhijabnya. :)

Selain penampilan, banyak hal positif lain yang udah Chacha lakuin yang menurut saya pantas di appreciate. Pertama, seperti yang kita tahu kalau Chacha adalah fashion editor di Scarf Magazine. Artikel yang ia buat keren-keren semua, bisa dilihat di salah satu tulisan Chacha di blog-nya www.chachathaib.com. Di situ dia menyebutkan beberapa artikel yang telah berhasil ia tuliskan.

Kedua, karena jumlah follower Twitter dan Instagram Chacha yang jumlahnya ribuan, membuatnya dipilih sebagai buzzer sebuah produk Handphone yang mempunyai segmentasi anak muda. Dan karena kemampuannya menulis, Chacha telah melahirkan sebuah novel berjudul Semata Cinta. Chacha juga turut menyumbangkan satu tulisannya dalam novel Jakarta-Bandung-Jogja. Wah!

Ketiga, Chacha itu pribadi yang humble. Mungkin beberapa haters bilang kalau Chacha jutek, tapi menurut saya nggak sama sekali tuh. :) Coba kenali dulu, diajak bicara baik-baik, siapa sih yang nggak akan ngerespons baik juga ya kan... walaupun nggak kenal-kenal banget secara personal, tapi beberapa kali saya pernah berkomunikasi sama Chacha. Baik kok. :)

Keempat, keluarga tempat Chacha tumbuh. Keluarga di mana Chacha menjadi seorang anak, lalu beranjak remaja, menjadi perempuan dewasa, berkeluarga, dan punya anak. Kalau nggak salah Ayah Chacha bekerja di salah satu Stasiun Televisi Swasta. Jadi jelas kan bakat seni Chacha turun dari siapa. Kakak Chacha (Larasati Putri), juga nggak kalah baik kok.

Kelima, keluarga kecil Chacha. Iya, keluarga kecil Chacha, Aa Bisma dan Baby Binar. Dream-family banget nggak sih... suka aja ngelihat gimana cara Aa berusaha bahagiain Chacha. Apalagi waktu Chacha hamil dan melahirkan, kelihatan banget gimana perhatian Aa ke Chacha. :) Semoga selalu bahagia lahir-batin, dunia akhirat ya kak Cha! Aamiin.




 Chacha dan Baby Binar


  Source: Instagram Chacha @chachathaib


Chacha dan Keluarga Kecilnya 


 Source: Instagram Chacha @chachathaib




Salam,
Ara.

Thursday 8 January 2015

To Be a Fashion Blogger


Resolusi
Sebenarnya, apa sih arti kata resolusi itu ?

re·so·lu·si /rĂ©solusi/n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Kalau merujuk arti kata tersebut, resolusi berarti hasil rapat yang biasanya berisi tuntutan. Hmm, tapi tunggu dulu, dari artikel yang pernah saya baca, ternyata, kata resolusi sekarang telah mengalami perluasan makna. Resolusi bisa berarti harapan yang sungguh-sungguh dari pribadi seseorang.

Kalau ditanya soal resolusi, saya hampir Karena memang dasarnya saya nggak pandai bikin resolusi juga, sih. Bukan nggak punya keinginan yang mau diraih, tapi lebih ke... nggak mau banyak berekspektasi dan menunggu aja akan ada kejutan apa di 2015 yang baru belasan hari ini.


Nah, pas banget nih, sekarang IHB lagi ngadain challenge Bulan Januari dengan tema; resolusi blog 2015. Kira-kira apa aja ya resolusi untuk blog saya tahun 2015 ini? Okay, mari kita bahas satu-persatu.


 

Meminimalisir Symptoms Writer's Block

Apa itu Writer's Block? Sebentar, aku kasih beberapa pengertian dulu, mungkin bisa membantu memberikan gambaran tentang Writer's Block.

An inability to write; he had writer's block; the words wouldn't come. (artikata.com)
A usually temporary psychological inability to begin or continue work on a piece of writing. (Urban Dictionary)
A condition, primarily associated with writing, in which an author loses the ability to produce new work. The condition ranges in difficulty from coming up with original ideas to being unable to produce a work for years. (Wikipedia)


Jadi kalau disimpulkan, Writer's Block ini semacam keadaan sedang miskin ide mau nulis apa (lack of inspiration), atau keadaan yang mana kehilangan gairah untuk menulis. Pengen banget nulis, tapi nggak tau mau nulis apa. Pasti banyak kan yang sering mengalami keadaan seperti itu? Iya, saya juga, bahkan sering. Di tahun 2015 ini, harus banget pinter memotivasi diri supaya konsisten nulis. Minimal one week one post dulu kali ya, kalau one day one post kayaknya masih berat juga hehehe.

Beli domain

Beli domain! Iya, ini mimpi saya yang entah dari jaman kapan direncananain; tapi belum juga terealisasi. Duh, sedih banget kan ya. Udah 2 tahun aktif mainan blog, tapi untuk beli domain aja masih suka dikesampingkan. Di tahun 2015 ini harus terwujud, ya? Iya. Harus tersemat .com dibelakang nama blog saya. :))

Desain Template Baru

Setelah beli domain, keinginan saya selanjutnya yaitu ngedesain template baru. Selama ini masih manfaatin template bawaan dari blogger yang simpel dan standar. Template impian saya juga nggak jauh-jauh dari unsur clean, kok. Cuma ya memang perlu ada yang diperbaiki, kayak ditambahin widget lagi yang lebih bagus dan lebih lengkap. Oh iya, ditambahin header yang paten juga. :)

Nentuin Line Blogging; To Be a Fashion Blogger

Clear dengan persoalan teknis, saya ingin lebih fokus lagi sama content post di blog saya ini. Selama ini kan isi postingan saya masih bersifat personal blogger; yang mayoritas isinya personal thought, nah, sekarang saya mau lebih fokus lagi nentuin arah dari content yang saya posting.

Memang, mimpi saya selalu banyak, tapi selalu kecil-kecil. Salah satunya keinginan saya menjadi fashion blogger. Iya, saya selalu menaruh kagum sama fashion blogger yang selalu konsisten memposting ootd-nya. Saya juga ingin berbagi mengenai apa yang saya tahu tentang fashion, entah berbentuk ootd atau berbagi tips dalam memadu-padankan old collection, mungkin? Apalah itu yang penting masih berhubungan dengan dunia fashion. :)

Menjadi fashion blogger adalah mimpi kecil yang benar-benar ingin aku wujudkan dalam waktu dekat. Walaupun belum pernah posting apapun mengenai fashion dalam blog ini, karena aku lebih sering mempostingnya dalam akun Instagram @araapratiwi, bukan nggak mungkin sebuah hal besar dapat terwujud melalui pijakan-pijakan kecil yang dimulai dari diri sendiri, kan? Insha Allah. :))


Jadi, gimana? Resolusi blog kamu ada yang sama nggak? :)




 Source: dsfuechtmann.com


NB:
Tulisan ini dikutsertakan dalam IHB Blog Post Challenge.


Salam,
Ara.

Thursday 1 January 2015

IHB Instagram Challenge


Assalamualaikum...

Hallooo!
Ada agenda apa di awal tahun?
Berlibur kemana?
Atau hanya diam di rumah dan  bingung mau mengejakan apa?
Indonesian Hijab Blogger lagi ngadain #31daysIHBchallenges, nih.
Ikut yok! Challenges-nya dimulai hari ini, ya. :)




 



Persyaratannya nggak sulit kok, berikut penjelasannya:

1. Berhijab dan mempunyai blog
2. Pastikan kamu sudah follow Instagram @ihblogger
3. Upload foto hasil karya kamu sendiri kecuali nomor 18 dan 19 boleh dr internet. Sertakan sumbernya.
3. Gunakan hashtag perharinya sbb: #day1IHBchallenge dst
#31daysIHBchallenge 
#ihblogger
4. Mention atau tag foto kamu ke ig IHB @ihblogger
5. 4 orang yang beruntung fotonya akan masuk grid ihb tiap harinya. Batas maksimal upload foto hingga pukul 21.00 WIB sebelum pengumuman foto grid.

Ayooo ikutan! Insha Allah bakal seru, bisa saling menginspirasi dan semakin banyak teman baru. Come on, join with us! :)



Salam,
Ara.

Kaleidoskop 2014


Hello, 2015!
HAPPY NEW YEAR!

Sudah merencakan apa untuk tahun 2015? Sudah merayakan tahun baru dimana saja? Kalau saya sendiri dari tahun ke tahun memang tidak pernah merayakan tahun baruan. Jadi biasanya jam 12 malam disaat orang-orang sibuk dengan terompet dan kembang api-nya, saya dan keluarga malah sudah terlelap tidur. :D

Menyambut tahun baru kali ini saya hmm.. belum punya resolusi apapun. Bukan tidak punya keinginan, sih. Tapi lebih ke; nggak mau banyak berespektasi dan lebih memilih menunggu kejutan apa yang akan datang di 2015 yang masih 364 hari lagi.

Di 2014 Allah banyak sekali memberikan saya anugerah; lewat tawa dan air mata yang porsinya masih seimbang. Sisanya? Saya orang yang nggak pandai mengingat banyak hal, jadi saya rasa semuanya banyak yang berjalan di luar rencana tapi Alhamdulillah semuanya membahagiakan. :)

Lalu, apa saja yang sudah dilalui di 2014? 


Here we go...

Januari
1 Januari 2014, untuk pertama kalinya saya bertemu lagi dengan sahabat saya yang super baiknya sewaktu sekolah dibangku SMA. Panggil saja Upi. Karena kesibukan kami masing-masing, dan sempat lost concact lumayan lama juga.. Alhamdulillah kami bisa bertemu kembali. Dan lebih bahagianya lagi, kami merencakan short-trip tapi ala-ala kantong mahasiswa. Ya, kota Jogja pun jadi sasaran kami. Oh ya, akhirnya kami pergi berempat, dengan Mega dan Ana. Ketiganya sahabat-sahabat baik saya. 

Februari-Maret-April
Yang saya ingat dari 3 bulan itu cuma; mulai sibuk nyiapin proposal skripsi. Uniknya (menurut saya), di jurusan saya untuk sekedar mendapatkan 1 dosen pembimbing, setiap mahasiswa harus mengajukan proposal skripsi terlebih dulu. Mungkin hanya di jurusan saya yang sistemnya harus seribet demikian. Balik lagi soal proposal, dari yang bingung mau buat skripsi tentang apa, cari buku referensi kesana-kesini, sampai ngerasa sedih banget karena nggak di acc-acc terus proposalnya, padahal udah pengen konsultasi seperti teman-teman yang lain. Pengen marah-marah rasanya kalau inget hal itu, ngabisin banyak waktu.

Mei-Juni-Juli
Dan akhirnya saya mendapatkan dosen pembimbing untuk skripsi saya. Alhamdulillahnya lagi, dosbing saya adalah orang yang sabaaaarr.. jadi sedikit ngilangin bad-mood saya selama 3 bulan belakangan yang terombang-ambing nggak jelas nasip soal keberlanjutan skripsi saya ini. Di bulan-bulan itu saya sibuk dengan revisi; mulai membenahi skripsi saya yang sudah melewati proses konsultasi berkali-kali dengan dosen pembimbing. Capek? Pasti. Tapi perjalanan masih sangat panjang, jadi harus pinter-pinter menyemangati diri supaya nggak down sendiri.

Agustus
Setelah hampir vakum skripsi-an selama 1 bulan lamanya karena puasa dan libur Hari Raya, bulan Agustus lalu saya jalani dengan mulai memanajemen waktu untuk lebih rajin lagi konsultasi. Walaupun jenuh harus nunggu dosbing yang kadang nggak berangkat tiba-tiba padahal sudah janjian.. tapi, bukankah untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, akan ada yang harus diperjuangan, kan? Nggak terkecuali soal skripsi dan gelar. Pengen nyerah? Belum. Masih mencoba berdamai dengan keadaan.

September
September ceria; kata orang demikian. Tapi agaknya saya juga setuju dengan pernyataan tersebut. Buat saya, September adalah bulan yang penuh makna. Bulan di mana umur saya semakin bertambah di dunia, namun semakin berkurang pula jika ditakar dengan hitungan kematian. Suka parno sendiri kalau bahas soal jatah umur di dunia.

September adalah bulan perefleksian diri; menimbang-nimbang lagi apa yang selama setahun ini sudah benar saya lakukan, dan apa kesalahan setahun ini yang masih sering saya lakukan. Tidak ada perayaan istimewa di hari ulang tahun saya, tiap tahun selalu saya lewati dengan iringan doa dari kedua orang tua dan beberapa sahabat. Karena doa adalah cara mencintai yang paling tulus, dikelilingi orang-orang baik yang dengan ikhlas turut mendoakan hidup saya adalah sebuah anugerah. :)

Oktober-November-Desember
Mungkin, 3 bulan sebagai penutup tahun 2014 itu adalah bulan-bulan terberat bagi saya. Kalau dihiperbola-kan, sepertinya ujian silih berganti datang, rasanya kesabaran saya benar-benar sedang diuji. Pengen ngeluh? Pasti. Tapi saya tahan-tahan. Prinsip saya, jangan memperburuk keadaan dengan memperbanyak keluhan! It's work sih buat saya. Setidaknya saya bisa meminimalisir keluhan-keluhan saya, terutama mengeluh di media sosial.

Balik lagi mengenai ujian hidup, dateline skripsi yang harus segera terselesaikan diakhir tahun ini adalah sebenar-benarnya tantangan besar bagi saya. Belum lagi tiap konsultasi revisi langsung seabrek gitu banyaknya, sekalinya udah niat banget mau konsultasi, dosbing nggak datang ngampus. KESEL BANGET KAN, BIKIN PENGEN MEWEK KEJER KAN.

Okay then. Di bulan-bulan itu saya juga harus mengalami kehilangan. Kehilangan memang bukan perkara mudah. Apapun bentuknya. Nangis, nggak? Nangislah. Enam tahun ada yang saya perjuangkan dalam hidup saya, inget gimana susah-payahnya menjaga dan mempertahankan, gimana kesabaran kami diuji ketika hubungan kami harus dijalani dengan jarak jauh, dan perasaan-perasaan lain yang susah banget buat dijelasin.

Tapi bukankah Allah sudah bekali kita dengan kekuatan? Sehingga, dengan atau tanpa (mereka), kita adalah kita. Kita yang tegar, tangguh, dan sabar. Bukan pilihan yang cukup mudah untuk memutuskan berpisah dengan orang yang sudah menemani saya bertahun-tahun; bahkan sulit. Tapi banyak hal yang saya peroleh dari proses adaptasi setelah kehilangan yang saya alami. Saya semakin mengenali diri saya sendiri. Saya menjadi lebih tahu apa yang sebetulnya saya butuhkan ketimbang yang saya inginkan.

Jangan gantungan sepenuhnya kehabagiaan dan semangat kita kepada orang lain. Karena pada akhirnya, kita adalah satu-satunya orang yang bertanggungjawab penuh atas diri kita sendiri. Iya, yang saya tahu ternyata saya tidak selemah itu. Rasa sedih karena kehilangan nantinya akan berangsur-angsur hilang seiring berjalannya waktu. Akan selalu ada kekuatan untuk membangun daratan yang tersapu bersih oleh badai, bukan? :) 



Source: Feni



Dan, akhirnya saya tutup tahun 2014 ini dengan banyak hal yang pantas untuk disyukuri; with a lots of experience, laugh, love, sadness, and journeys.

WELCOME 2015!

Mari kita torehkan sebaik-baiknya tinta di tahun ini. Terimakasih atas pelajaran-pelajaran berharganya di 2014. :)



Salam,
Ara.