Saturday 15 November 2014

Hujan Bulan November



Aku pernah mengelukanmu sampai aku lupa atas diriku sendiri,
aku pernah mencintaimu sampai aku lupa untuk mengenal diriku sendiri,
aku pernah memedulikanmu sampai aku menelantarkan hatiku sendiri.
Sebab yang kutahu hanya kamu,
sebab aku tidak punya banyak cara mengenal yang lain dan kamu memenjarakanku,
sebab aku tidak pernah menuntut untuk diperlakukan dengan baik hingga kamu merasa tidak perlu menjaga dan merawatku.

Aku tumbuh tanpa empati tapi aku tetap cinta kamu, dulu.
Aku berlaku hormat sebab kamu pasanganku,
bukan karena aku masih merasa mau.
Sebab waktu tidak memberikanku pilihan lain,
kecuali menunggu akhir yang pernah aku mulai
tanpa berpikir namun penuh dengan cinta yang seharusnya
menjadi penawar sisa-sisa sakit yang yang kamu jadikan senjata untuk membunuhku.

Bahwa kini mencintaimu adalah sia-sia,
karena yang kau ingin hanyalah sempurna.
Bukan aku, dengan segalanya yang biasa saja.
Bahwa demi kamu, aku dengan yakin mengabaikan yang lainnya.
Tapi tetap itu bukan yang sempurna,
masih sekepal bagianku yang kosong yang bahkan tak bisa kau isi.
Bahwa kini aku kehilangan segalanya,
demi kesempurnaan di matamu.
Demi bahagia yang selalu aku coba hidangkan di hadapanmu.
Bahwa yang sempurna hanya kau dan egomu.



Source: google.com


Hujan Bulan November ini begitu deras,
tapi jauh lebih deras lagi ego yang mengaliri tiap sudut ruang hatimu,
Aku bertekuk kalah,
memang bukan aku yang kau mau.

Curhat Massal


Beberapa waktu terakhir ini saya mulai merasa terganggu ketika melihat recent update di BBM saya. Ya, saya merasa terganggu ketika tiap kali mengecek update, dan lagi-lagi orang yang sama terus-terusan mengganti display picture mereka. Atau yang mengganti personal message tiap menit. Annoying! Antara pengen ngedelcont tapi kenal, tapi kalau nggak didelcont bikin males.

Beberapa teman di kontak BBM saya memang agaknya terlalu ekspresif dalam menggunakan fitur dalam aplikasi yang mereka miliki. Awalnya, saya berpikiran bahwa orang yang tiap saat meng-update status di situs jejaring sosial adalah orang paling annoying, namun setelah melihat fenomena pada recent update BBM ini, ternyata penilaian saya berubah.. merekalah yang lebih menyebalkan.

Saya juga tidak memungkiri, bahwa sesekali saya juga mengganti PM dan DP pada aplikasi BBM saya. Namun sampai saat ini saya masih gagal paham dengan motivasi mereka bertindak demikian. Untuk menunjukkan eksistensi dirinyakah? Cari perhatiankah? Cari simpati orangkah?
Tapi agaknya penempatan eksistensi diri mereka yang kurang tepat menurut saya. Atau mereka kurang memahami apa fungsi dari diciptakannya jejaring sosial. Disitu ada Facebook atau Twitter. Twitter sangat mendukung sekali untuk yang suka update tiap saat, karna refresh feed-nya per second atau satu detik sekali diperbarui. Jadi nggak masalah kalau mau sering-sering update, karna akan tertutup dengan cepat dari tweet-tweet yang lain.

Untuk sekedar update yang memang yaaa.. bisa ditolerir seperti "baterai hampir habis, hub via sms", "tempat ini sangat indah", "Alhamdulillah semua lancar", dan lain-lain yang dalam batas sewajarnya menurut saya itu cukup tidak menggangu. Tapi gimana sama yang tiap update isinya cuma keluhan? Atau beberapa curhatan hati yang semestinya tidak perlu juga dishare di media seperti itu?



--



Sebut saja A. Perempuan muda seusia saya, sudah menikah namun belum bekerja (lagi). Hampir tiap saat ia meng-update PM dan DP BBMnya. Bahkan saat bertengkar dengan suaminya dan segala uneg-unegnya kepada si suami ia tuliskan disitu. Kebanyakan dari update-annya berisi keluhan, tentang rumah tangga dan segala perasaan dalam hatinya.

Lalu si B. Laki-laki sekitar 1 tahun lebih tua dari saya. Sudah menikah. Hampir sama dengan si perempuan tadi, lelaki inipun tidak ada jedanya meng-update kolom PM maupun DPnya. Namun isi dari PM nya lebih tidak penting lagi, seperti hanya tertawa ketika ia menyaksikan sesuatu atau sekedar mengejek/mengomentari temannya.

Ada lagi si C. Perempuan, usianya sama dengan saya dan masih kuliah. Ia selalu mengganti foto DP nya yang juga bisa dibilang sering. Dan yang membuat prihatin adalah, dia memasang foto saat ia tidak mengenakan hijabnya, padahal semua orang tahu bahwa ia mengenakan hijab. Soal update PM, perempuan ini juga cukup ekspresif. Namun tidak terlalu sering seperti si A dan B.




Lalu, kesimpulan apa yang saya dapat?
Saya berpikir bahwa PM di BBM dibuat untuk mendeskripsikan kondisi kita pada saat-saat tertentu. Dalam artian, PM ini diperuntukkan untuk memberitahu bahwa kita sedang dalam rapat, sedang dalam perjalanan, baterai hampir habis, pulsa habis, sedang sakit dan tidak menginginkan diganggu, dan kondisi-kondisi lain yang sifatnya penting untuk orang lain ketahui.

Untuk update yang bisa dibilang nggak penting seperti suasana hati, utamanya keluhan, tidak semestinya dipaparkan dalam personal message BBM seperti itu. Ada banyak media untuk berdoa, bersyukur, maupun berkeluh kesah. Mungkin saya tipe orang yang tidak bisa mentolerir point yang ketiga. Berdoa dan bersyukur biasanya erat kaitannya dengan hal baik dan menggembirakan. Yang pastinya akan enak dibaca oleh semua orang. Lain halnya dengan berkeluh kesah. Keluhan adalah salah satu tanda bahwa kita sedang menghadapi hal yang kita anggap berat atau sulit. Tapi bukankah sebaik-baiknya berkeluh kesah adalah dengan berbagi dengan orang terdekat? Atau dengan mengkomunikasikan masalah itu melalui doa, kepada yang memberikan cobaan...

Terkadang kita lupa, bahkan sering lupa.. bahwa ada banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung kita hari ini. Di luar sana ada banyak orang yang berdoa menginginkan supaya ada di posisi kamu sekarang. Dan di luar sana ada banyak orang yang masalahnya jauh lebih berat dan lebih sulit. Hanya saja, mereka tidak mengeluh. Mereka tidak mengumbar kesedihan dan kegundahan hati mereka seperti yang biasanya kita lakukan. Mereka menyimpannya rapat-rapat, lalu meminta kepada Tuhannya agar diberikan kemudahan, agar ditunjukkan sebaik-baiknya jalan keluar.




---



Saya banyak belajar bersyukur dari orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung saya hari ini. Orang-orang yang kebanyakan saya temui secara tidak sengaja. Orang-orang yang menyadarkan saya bahwa peribahasa di atas langit masih ada langit memang benar adanya. Ada banyak yang lebih pedih masalahnya, lebih susah hidupnya, lebih banyak air mata yang tertumpah.. hanya saja mereka tidak pernah mengeluh di depan orang lain.

Karena bagi saya juga, sebaik-baiknya menyebarkan kabar adalah kabar bahagia. Ya, karena sesimpel bahagia itu menular, dan saya percaya, it's work! Maka dari itu, saya lebih suka mengupdate perasaan bahagia dan rasa syukur saya ketimbang perasaan sedih dan gundah gulana yang saya rasakan. Karena sungguh, tiap kali kamu berkeluh kesah di media sosial sebagai yang 'paling tersakiti' atau 'paling menderita', bukan menjadikan orang lain simpati terhadap keadaanmu. Satu-dua kali mungkin iya, tapi ketika itu kamu lakukan berkali-kali, justru membuat orang lain 'risih' membacanya.



Source: Google.com



Jadi, pergunakanlah fitur aplikasi seefisien mungkin. Mengerti waktu, keadaan, dan kegunaan secara tepat sehingga tidak menggangu orang lain di sekitarmu. Be a smart user! :) 



Salam,
Ara.

Perpisahan itu..


Salah satu persoalan yang cukup rumit dalam perjalanan menuju dewasa adalah sebuah perpisahan. Perpisahan adalah sebuah proses; dimana sebuah perpisahan tak berhenti sampai 'ditinggal' atau 'meninggalkan. Perpisahan selalu menyisakan kehilangan. Ada sebuah fase transisi dimana kita harus membiasakan diri menjalani hari tanpa hadirnya yang sebelumnya terbiasa kita rasakan.

Saat semua terancang dengan sempurna, saat perhatian-perhatian kecil itu menjelma menjadi candu rindu yang menancapkan getar-getar bahagia. Tapi, bukankah prediksi manusia selalu terbatas? Aku tidak bisa terus menahan dan mengubah sesuatu yang mungkin memang harus terjadi. Perpisahan itu harus terjadi untuk pertemuan awal yang pasti akan memunculkan perasaan bahagia itu lagi.



".. dan terlepaslah seperti seharusnya dari awal ku biarkan kau terbebas -mencari nyaman yang kau mau."



Kalimat itu pernah aku tuliskan; beberapa bulan lalu. Dan seharusnya itu menjadi tulisan yang terakhir, tidak perlu aku menulisnya berulang kali. Tapi sekali lagi, manusia hanyalah perencana. Aku pernah bertekad bulat untuk berpisah, tapi ternyata Tuhan menginginkan aku untuk mencobanya sekali lagi, bahkan beberapa kali lagi. 



Dan, barangkali ini sudah saatnya...

Tidak dipungkiri dan tak harus menyangkal geliat hati, bahwa selama rentan waktu tanpamu, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Ketika pagi, kau menyapaku dengan lembutnya. Ketika siang, kau sekedar mengingatkanku untuk tidak terlambat makan. Ketika sore, kau menyapaku lagi, bercerita tentang hari-harimu, lelahmu dan bahagiamu pada hari itu. Ketika malam, kau menjerat pikiranku untuk berfokus pada suaramu yang mengalun lembut dari lempengan-lempengan dingin handphoneku. Dan aku rindu, rindu semua hal yang biasa kita lalui lingga waktu berlari begitu cepat.

Dan, akhirnya perpisahan itu tiba. Sesuatu yang selalu kita benci kedatangannya tapi harus kita lewati tanpa tahu kapan itu akan terjadi. Dengan segala ketidakpastian yang menggelayutiku, aku harus melepaskanmu. Kau temukan jalanmu, aku temukan jalanku. Kita bahagia pada jalan kita masing-masing. Kamu berpegang pada prinsipmu, aku berpegang pada perasaanku. Kita berbeda dan memang tak harus berjalan beriringan.

Semua berjalan dengan cepat. Sapa manjamu, tawa renyahmu, cerita lucumu, dan segala hal yang membuat otakku penuh karenamu. Dan semua itu perlahan harus kuhapus dari memori otakku agar kamu tak lagi mengendap-endap masuk ke dalam hatiku, lalu membuat kenangan itu menjadi nyata dan kembali menjadi realita. Mari mengikhlaskan.. setelah ini akan ada pertemuan yang lebih menggetarkan hatimu dan hatiku. Akan ada seseorang yang masuk ke dalam hidupmu dan hidupku. Dia akan menjadi alasan terbesar ketika doa terucap, lalu aku dan kamu akan menyisipkan namanya.

Percayalah, bahwa perpisahan ini untuk membaikkan hidupmu dan hidupku, bahwa setelah perpisahan ini akan ada rasa bahagia yang bertubi-tubi yang mengecupmu dengan seringnya. Percayalah, bahwa pertemuan kita tidak sia-sia. Aku banyak belajar darimu dan aku berharap kamu juga mengambil banyak pelajaran dari pertemuan kita yang tidak bisa dibilang singkat ini. Semua butuh proses dan waktu saat kamu kehilangan sesuatu yang terbiasa kau rasakan.


Selamat menemukan jalanmu, baik-baik ya. :)

Kopi dan Langit


Aku suka kopi dan langit,
juga senyummu walau sedikit pahit.
Terkadang aku membayangkan bagaimana rasanya,
tersenyum, namun menularkan rasa sakit.

Aku suka kopi dan langit,
juga sisa air mataku di sudut rasa sakit.
Air mata yang mempertahankanmu, walau begitu sulit.






Source: Chachathaib


Thursday 27 February 2014

Jika

Hari Ke-27

Kepada kamu,
surat ini masih tentang kamu, hey, si (calon) bangku kanan.
Jika suatu hari nanti, kulitku tak lagi kencang, mataku menjadi sayu dan memburam,
masihkah kamu tetap bersamaku?

Jika suatu hari nanti, nanti ingatanku memudar, aku tak lagi dapat mengingat cerita indah kita,
bersediakah kamu untuk sabar menceritakan semua untukku?

Jika suatu hari nanti, tanganku tak lagi kuat untuk memeluk dan terlalu lemah untuk berdiri,
maukah kamu tetap menuntunku?

Jika suatu hari nanti, rambutku mulai memutih dan aku mulai mengeluhkan sendiku yang sakit,
masihkah kamu tetap tinggal untuk membantuku?

Jika suatu hari nanti, aku tak dapat lagi menyanyikan lagu yang biasa kita nyanyikan saat muda,
tak bosankah kamu untuk menyanyikannya kembali buatku?

Jika suatu hari nanti, aku tak bisa lagi memanjakan lidahmu dengan masakanku,
apakah aku masih menjadi tempatmu kembali pulang?

Jika suatu hari nanti, syarafku sudah tak memungkinkan untukku berdandan,
apakah kamu tetap selalu berkata bahwa aku masih cantik setiap hari?

Jika suatu hari nanti, aku harus mulai menggunakan alat bantu untuk berjalan,
apakah senyumanmu masih tetap sama ketika aku masih memakai sepatu flat shoes kesayanganku?

Jika suatu hari nanti, tulangku mulai melemah dan aku mulai susah melangkah,
apakah tanganmu masih menggenggam erat tanganku seperti saat aku menggunakan high heels saat menuruni tangga?

JIka suatu hari nanti, ingatanku memudar dan mulai kebingungan mencari barang,
akankah kamu tetap sabar sama seperti saat kamu mengingatkanku selalu membawa cukup bekal ketika aku akan bepergian?
Jika suatu hari nanti, separuh memoriku mulai hilang karena penuaan, dan aku mulai sering marah-marah karena lelah akan keadaanku,
disitukah kamu untuk tetap sabar menghadapiku persis sama seperti kala aku sedang terkena mood swing PMS?

Jika suatu hari nanti, aku menyerah dengan keadaanku dan memintamu untuk pergi meninggalkanku,
masihkah ada kamu dengan segenap janji yang kamu ucapkan saat muda,
bahwa kamu akan selalu ada?

Wednesday 26 February 2014

Kilometer

Hari Ke-26

Kepada kamu,
yang kucintai dari jauh.

Sayang, sebenarnya tak sengaja kutulis surat ini. Ketika menunggu dering ponselku dan berharap itu kamu. Berulang kali kulirik putaran waktu, berharap kau sudah tiba di rumahku. Namun nampaknya harus kukubur dalam-dalam keinginanku akan sosokmu di sini. Ada puluhan kilometer yang menjeda di antara kita.

Sayang, selalu ku coba memberimu ruang sendiri. Berbagi dengan duniamu yang tak kukenali. Eh, ralat. Bukan 'tak', melainkan 'belum'. Mungkin suatu waktu nanti, kau akan membawaku dengan perasaan bangga ke dalam duniamu yang belum kutau itu.

Sayang, satu jam lalu sengaja kukirim pesan singkat ke nomor ponselmu. Menggantung. Diam. Tertunda. Kuurungkan untuk mengirim pesan kedua, pun ketiga. Sengaja kuberi kau ruang di luar sana. Aku masih diam, dalam risau yang coba kupendam. 

Sayang, sebenarnya aku hanya tak ingin mengganggu waktumu. Ketika kau berjibaku dengan sekelumit aktivitasmu. Meski sering kau bilang tak terganggu dan bisa kurasakan tulusnya setiap perhatian yang kau lontarkan. Perasaanku saja yang kadang bersikukuh dengan pendapatku.

Sayang, kurasa kau pun telah terbiasa tanpa aku di sana. Bukan karena aku tak mau menemanimu. Semua karena keadaan.. keadaan yang mana memaksa kita berada tidak di tempat yang sama. Mungkin sekarang, akan lebih baik bila tanpa aku yang menemani setiap gerik yang kau lakukan. Tapi sungguh, di sini pikiranku tak lepas darimu.

Sayang, ketika kau terima surat ini, mungkin hari sudah berganti. Mungkin aku sudah tersenyum kembali. Kau tau, tidak? Tiap pesan yang kau kirim itu selalu pandai membuatku menyimpulkan senyum setiap hari. Kau selalu punya cara membuat wajahku ceria, secerah jingga di timur cakrawala.


kuteringat dalam lamunan,
rasa sentuhan jemari tanganmu
kuteringat walau t'lah pudar
suara tawamu, sungguh kurindu

tanpamu, langit tak berbintang
tanpamu, hampa yang kurasa
seandainya jarak tiada berarti
akan kuarungi ruang dan waktu
dalam sekejap saja
seandainya sang waktu dapat mengerti
takkan ada rindu yang trus menggangu
kau akan kembali bersamaku..

terbit dan tenggelamnya mentari
membawamu lebih dekat
denganmu, langitku berbintang
denganmu, sempurna kurasa..
(LDR - Raisa)



Untuk Aa:
LDR itu penuh kenangan. Karena kamu akan merindukan setiap jengkal yang akan membawamu mendekatinya. :)

Tuesday 25 February 2014

Hallo, Mega!

Hari Ke-25

Selamat petang,
Mega tersayang!

Sedari pagi kuleburkan diriku dengan pekerjaan yang lumayan membutuhkan relaksasi isi kepala. Beberapa senandung sendu Raisa pun tak cukup meringankan beban kepalaku. Entah, rasa lelah ini belum mau enyah begitu saja dari sepertinya.

Kebetulan hari ini adalah tema surat untuk salah satu peserta. Tak perlu waktu lama untukku memutar otak untuk siapa surat ke-25 ini kelak kutujukan. Lalu, ingatan ini membawaku ke arahmu, memberikan jawaban sederhana; namamu berputar dalam kepala. Benar saja. Aku menulis surat ini untukmu, setelah 24 hari sosokmu terlewatkan dalam list orang yang akan kukirimi surat.

Mega. Lelah juga ternyata terus-terusan menulis berdasarkan dan diperuntukkan untuk hal yang tabu. Hal yang tak bisa aku gapai. Hal yang bahkan aku sendiri belum pernah merasakannya. Maka dari itu, setidaknya, aku butuh satu figur nyata untuk aku tuliskan. Seperti dirimu.

Mega. Sudah lama kita tak berbincang, ya. Pun sekedar bertukar pandangan, tentang apa saja; hobby, travelling, fashion, ceritaku, ceritamu, apa saja. Lama rasanya kita tak berkicau tentang ini dan itu. Cukup lama, satu bulan? Dua bulan? Ah, sudah berbulan-bulan rasanya, ya. Tanpa sadar kita tenggelam dalam kesibukan tanpa padam hingga mengantarkan lelah pada malam yang merangkak larut. Syukurnya, aku tak menemukan jeda di antara kita.

Ah, ya, bagaimana kabar tugas akhirmu? Sudah berapa bab yang terlahir dari pemikiran dan ketikan jemari lincahmu? Aku tak sabar mendengar kabar bahagiamu. Pasti akan menjadi kabar bahagia pula untukku. Do'akan ya, agar aku cepat menyusulmu, merampungkan kewajibanku sebagai seorang anak; mempersembahkan gelar kebanggaan untuk kedua orangtua tercinta.

Mega. Coba diingat.. kalau tidak salah, seharusnya tahun ini tahun kelima kita bersahabat. Namun rupanya semesta baru berbaik hati mempertemukan kita beberapa bulan belakangan. Ah, ya sudahlah, yang penting sekarang kita sahabat. Aku sedang membayangkan cara kita berbincang saat kita bertemu di waktu depan. Akankah menjadi perbincangan semalam suntuk dan seharian? Akankah kekalnya mengalahkan perbincangan malam dengan sang bulan? Akankah perbicangan kita menyerupai jumlah dedaunan yang luruh di musim gugur? Akankah seriuh suara deburan ombak di laut lepas? Entahlah, yang pasti itu adalah satu saat yang paling kutunggu.

Mega. Maafkan kalau suratku ini terlalu lugas. Di depanku, rentetan gagasan merengek minta dituntaskan. Senja pelan-pelan lingsir ke belahan langit barat. Hari ini aku hanya ingin cepat beristirahat. Maka, biarkan aku merampungkan mereka sebelum matahari tenggelam. Setelah kau baca surat ini, mari lanjutkan perbincangan kita di ruang lainnya. Sampai jumpa, Mega! 



Salam rindu,
aku yang tak sabar berbincang banyak hal padamu.

Monday 24 February 2014

Bakti itu Harga Mati


"Aku ini sudah dewasa, Bapak Ibu tidak perlu lagi mencampuri urusanku" 

Kita, terkadang lupa bahwa.. 
Seorang anak tidak akan mampu menutup mata dan telinga dari nasehat dan bimbingan orang tua. Sampai kapanpun. Tentang apapun. 

Posisikan orang tua diatas kita, agar saat kita melihat keatas, kita melihat bintang, muncul rasa ingin meraihnya utk mereka. 
Posisikan mereka diarah pandangan kita saat menunduk, agar kita ingat, dalam tunduk pilu, ada mereka disana dengan doa dan kasihnya.Posisikan mereka didepan mata kita, agar kita tahu ada mereka yg slalu membimbing kita.

Posisikan mereka dibelakang kita, agar kita tahu ada mereka yg slalu mendukung kita.

Posisikan mereka disamping kita, agar kita tahu mereka slalu mendampingi kita.

Posisikan mereka dihati kita, agar kita selalu ingat bahwa kita harus selalu berbakti kepada mereka, orang yang doa dan restunya bisa membuka pintu langit dimana mungkin doa dan harapan kita tertahan disana. 



---


"Lalu, bagaimana dengan orangtua yang tidak bersikap baik terhadap anaknya?"


Bagaimana mereka memperlakukan anaknya, itu tanggung jawab mereka terhadap Tuhan. Biarlah itu menjadi urusan mereka. Tapi sebagai anak, sudah seharusnya tetap bersikap baik. Tidak berbicara seolah mereka tidak berarti lagi untuk kita, contohnya. Serta, yang tidak boleh terlupa; doa. Itulah wujud tanda bakti.

Sunday 23 February 2014

Hey Girl!

Hari Ke-24

Hey girl,
tolong baca surat ini dengan future tense.
 
Selamat malam!
Ketika kau baca surat ini, pastikan dulu bahwa lampu di seluruh ruangan rumah telah padam, kecuali lampu kecil yang menghiasi sisi ranjang. Kemudian, pastikan juga bahwa sembilan puluh persen hari-harimu nyala oleh senyuman.

Sekarang, coba pandangi sejenak seorang lelaki yang begitu bahagia menghabiskan hari-harinya denganmu, yang sedang terlelap dengan dengkur halus di sisimu. Lelaki yang selalu mengimami lima waktu-mu, serta sholat-sholat malammu. Lelaki yang begitu kau rindukan kalam-kalamnya ketika kau sholat tanpa imam. Lelaki yang menjadi teman tilawah Al-Qur'an selepas sholat malam. Lelaki dengan semua kealphaannya, namun tetap harus kau suguhkan sarapan dan makan malam, juga bekal istimewa untuk makan siang. Lelaki yang menjadi tempat untukmu mengabdikan cinta dan hanya denganmu ia bagi seluruh hidupnya. Lelaki yang menjadikanmu pelengkap tulang rusuk baginya, dan yang akan setia menghujanimu dengan kasih sayang yang tulus.

Sekarang, siapkan kalimat-kalimatmu untuk bercerita tentang dongeng indah untuk bidadari dan jagoan keci di kamar samping. Malaikat-malaikat kecil yang memenuhi surga kecilmu dengan selaksa tawa. Malaikat-malaikat kecil yang kau tatar mengeja Hijaiyah setiap selepas Maghrib berjamaah. Malaikat-malaikat kecil yang sedang kau kenalkan dengan aksara dan angka. Malaikat-malaikat kecil yang selalu kau layani tanpa batas cinta. Malaikat-malaikat kecil yang selalu kau manjakan lidahnya dengan masakan istimewa. Malaikat-malaikat kecil yang rajin kau dengdangkan sholawat, surat Yusuf, surat An-nissa di telinganya.

Katakan padaku, bahwa kau sedang mengucap hamdalah tak berkesudahan dengan mata berkaca-kaca dan haru yang luar biasa, bukan? Aku ingat betul, ketika hampir seluruh sisi hidupmu sedang diuji Illahi dan kau nyaris ditenggelamkan oleh keputusasaan. Ketika kau bawa langkahmu dalam pijakan dan arahan yang tak kau inginkan. Menahun kau habiskan hidupmu dengan keluargamu penuh dengan kasih yang hilang menguap. Menahun pula kau habiskan seluruh hidupmu untuk membangun lagi diri dan hidup yang baru. 

Hitunglah air mata yang tumpah, khilaf yang lepas, amarah yang ruah. Ingatlah kemarau panjang yang kau lalui dengan dada luar biasa lapang dan hati yang tangguh. Lihatlah dirimu sekarang degan kebanggaan yang memenuhi diri. Lihatlah betapa tak ada yang bisa kita sebut sia-sia. Lihatlah dan nikmatilah tiap detik dengan hamdalah yang merasuk hingga urat dan sendi terkecil yang kau punya. Aaminku untukmu menjalar seiring dengan lantunan adzan yang berkumandang. Selamat memejam!



Untukku. Dariku.

Cinta Tak Bertuan

Hari Ke-23

Kepada kau,
yang pantas mendapatkan kebahagiaan.

Biarkanlah seluruh sajak yang kutulis ini mati kutu, beku, dan bisu.
penuh luka dan kembali pada masa ketika kau lupa bagaimana caranya tertawa,
mencintai hingga berdarah-darah,
kau tau itu sebuah kebodohan yang mengatasnamakan ketulusan,
bukan kebanggaan yang semestinya layak dipublikasikan,
tapi luka rupanya yang harus cerdik kau sembunyikan dan kau akhiri agar tak melulu kesakitan.

Kawan, tampilkan dirimu menjadi manusia cerdas yang tak pantas untuk disakiti,
oleh apapun dan siapapun, tak melulu soal kekasih,
sejatinya cinta tak sesempit itu cakupannya,
gunakan nalar dan seluruh rasa yang kau punya,
mengenai cinta, luka, dan segala bumbu-bumbunya,
tak perlu kau buat rumit dan membuat kau sakit.

Hidup bukan panggung sandiwara, bukan pula cerita-cerita fiksi
yang bisa kau atur plot dan karakternya,
tapi sebagai manusia, jelas kita berhak memanjatkan doa-doa dan pengharapan baik,
atas kehidupan yang menenangkan dan menyenangkan,
sebab sejatinya, setiap dari kita memiliki hak untuk bahagia,
tanpa mengusik kebahagiaan orang lain tentunya.

Maka, sudahilah, kawan..
Tuhan mencintaimu dengan hal-hal tak terduga yang luar biasa, nanti..
akan datang seseorang itu, bahkan kau sendiripun takkan menyangkanya,
yang akan menyelamatkan kau dari perih yang tak berkesudahan,
yang akan menjadi tuan atas rasamu, dan rumah atas resahmu,
dan akan menjadi sebenar-benarnya tepatmu berlindung..

Saturday 22 February 2014

Kau Harus Bahagia

Hari Ke-22

Assalamu'alaikum, Tuan.
Tolong sampaikan pula salamku untuk kekasihmu yang jelita itu.

Aku rasa tak perlu mengawali surat ini dengan menanyakan kabarmu, sudah pasti kau sedang dikelilingi binar paling bahagia, ya. Entah ini surat ke berapa yang kusebut surat terakhir untukmu; nyatanya selalu gagal. Tapi semoga surat ini menjadi surat yang benar-benar terakhir. 

Bukan tanpa alasan aku menulisnya, kupupuk keberanianku perlahan dan berkali-kali, sebab tak mungkin lagi kusampaikan secara lisan atau kutuliskan dalam surat-surat kecil yang dulu kerapkali kukirimkan. Kutulis surat ini dengan haru dan rindu yang meluap. Bahagia? Entahlah. Hanya Allah yang tau aku turut bahagia atau harus marah. Namun pastinya aku lega luar biasa melihatmu bersanding dengan perempuan yang (Insya Allah) tepat. Pun rupawan sesuai pilihan Tuhan.

Lebih dari ratusan hari yang kita habiskan bukanlah hal sederhana yang mampu dengan mudah kuletakkan. Sekarang, aku hanya menyimpannya baik-baik dalam benam paling dalam. Melipatnya dengan rapi dalam ruang dada sebelah kiri. Aku bukanlah perempuan baik yang terlahir nyaris sempurna. Bukan pula seorang anak yang terlahir dalam keluarga yang utuh bahagianya. Aku tumbuh tanpa empati. Waktu telah menyampaikan segalanya padamu, bukan? Sebab dari awal kau mendekat, kubiarkan semesta membuka semuanya padamu dan aku menjadi apa adanya diriku seperti yang di hadapanmu, dulu. Kusyukuri jalanNya yang menuntun kita beriringan dalam proses semesta.

Terima kasih telah membawaku larut dalam hangat hubungan penuh cinta kasih; yang pernah membuatku bahagia tak kepalang, alasanku tersenyum, tertawa, dan menebar hamdalah tak berkesudahan. Terima kasih atas hidup yang sempat kau bagi dan bersedia sepenuh hati menjadi tempat berbagi. Terima kasih telah sempat memilih untuk tetap tinggal dan meninggalkan mereka yang sempat datang -berdiri di antara kita. Terima kasih telah memberiku banyak hal tak terduga. Kau tau? Darimulah aku mengenal sebaik-baiknya bahagia dan luka. Namun dalam surat ini, aku sengaja tak ingin menuliskan luka. Biarlah segala perih dalam hati masing-masing melebam lalu sembuh dengan sendirinya.

Aku percaya, perpisahan kita dan kebersamaanmu dengannya bukan suatu kebetulan. Ini semua bagian dari kehendakNya, bukan? Keadaan ini salah satu hal besar yang mengajariku bagaimana melapangkan hati dan memupuk ketenangan, meski sukar. Entahlah, terkadang seperti ada kebahagiaan kecil yang tanpa sadar kusesap lamat-lamat; ketika aku menyerahkan segala arah hati hanya kepada pemilikNya, ketika berharap hanya Allah lah hulu dan muara segala rasa bergerak.

Sejak dulu permintaanku pada Tuhan sederhana saja, dengan siapaun engkau nantinya, aku hanya ingin kau bahagia seutuhnya. Teruslah berbahagia dalam warna nan rupa-rupa. Tetaplah berbahagia sebab aku takkan merusak segala yang telah menjadi kehendakNya. Berbahagialah.. dan berjanji untuk terus berbahagia.

Thursday 20 February 2014

Ada Baik di Setiap Ketidakbaikan


"Ah, wanita yang baik untuk lelaki yang itu omong kosong. Aku nggak percaya lagi", keluh ibu muda yang sedang mengandung buah cintanya dengan sang suami.

"Rasanya aku tidak pernah tidak menuruti perkataannya. Aku selalu patuh dengan perintahnya. Aku juga tidak pernah melakukan sesuatu di luar kodratku sebagai wanita. Aku tidak mengenal dunia malam, minuman keras, ataupun hal yang tidak sepantasnya. Tapi kenapa aku mendapatkan suami seperti itu? Mendengar pendapatku pun tidak", lanjut wanita tadi panjang lebar tanpa kuminta.

Aku menghela nafas panjang..
Menawarinya teh hangat sembari mengajakya duduk di kursi ruang tengah, berharap dia sedikit merasa tenang. 

"Cobalah kenali dirimu ini dengan dirimu yang dulu, apa ada yang berbeda?", kataku, mencoba membuka pembicaraan.

Dia termenung lama, bola matanya menerawang ke atas; mengorek memori yang mulai usang.

"Aku lebih taat kepada Tuhan, sepertinya..", katanya dengan nada yang masih terlihat ragu.
"Sejak kapan?"
"Sejak aku dipusingkan dengan sikap suamiku"

Kali ini aku yang terdiam. Sekian detik. Tak cukup lama. Lalu, kulanjutkan ucapanku yang terhenti tadi..

 "Tidakkah kau sadar bahwa suamimu adalah suami yang baik dengan segala kekurangannya?"

Dia terlihat mengernyitkan dahi mendengar jawabanku, yang mungkin menurutnya itu jawaban spontan dan sekenanya saja.

"Kekurangannya menjadikanmu lebih baik dari sebelumnya, bukan?
Pernahkah terbayang jika kamu mempunyai suami tidak seperti suamimu yang sekarang? Pernahkah terbayang jika kamu mempunyai suami yang semua sikapnya sesuai dengan keinginanmu? Mungkin saja, mungkin.. kamu tidak akan setaat seperti sekarang ini, karena kamu terlena oleh terpuasnya semua keinginanmu. Nyatanya, kamu bisa menjadi lebih baik karena ketidakbaikan suamimu".

Iya, begitulah skenario kehidupan yang Tuhan ciptakan..
Tuhan Maha membolak-balikan alur hidup, dibuatnya naskah drama yang terkadang tidak tertebak oleh kita, manusia.
Apa yang menjadikan kita baik, tidak selalu berasal dari hal yang baik pula. Pun, tidak semua hal yang mengecewakan, tidak membawa pelajaran. Selalu ada hal baik yang bisa dipetik dalam kehidupan ini, dari seburuk apapun peristiwanya. Selalu ada pelajaran berharga dibalik tidak terpenuhinya keinginan yang berujung kekecewaan itu. 


Maknai setiap hal yang terjadi dalam hidup ini; agar kita mengerti, agar kita memahami, agar kita mensyukuri bahwa segala yang baik dan tidak baik yang Tuhan ciptakan tidak pernah ada yang sia-sia.