Sunday 16 February 2014

Menjelang Pagi

Hari Ke-17

Dariku. Untukku.

Pastilah ini menjadi surat paling sederhana dan paling singkat. Mungkin. Sebab aku tak perlu memikirkan apapun untuk menuliskannya; tentang pantas atau tidak, tentang perasaan si penerima, tentang hal-hal lain yang tak lantas kubiarkan tertuang begitu saja.

Surat ini kutulis untuk diriku sendiri. Diriku yang tak juga mampu larut dalam helai-helai mimpi. Telah kuhanyutkan diriku dalam doa-doa tak lantang, serta butir-butir tasbih yang  kian panjang. Telah kujatuhkan kepala di atas bantal-bantal kapas yang sedikit keras. Telah kupejamkan kedua kelopak mata seerat yang kubisa.

Ini adalah saat-saat aku terjaga hingga malam mendekati waktu terakhirnya. Saat menulis surat untuk diriku sendiri, hatiku ialah gemuruh hujan yang tampias di tanah lepas dan aku belum juga berhasil meredamnya. Jangan kalian tanyakan ini surat tentang apa, sebab aku sendiri tak bisa memberikan jawaban. Ini hanyalah surat menjelang pagi. Ini hanya caraku meminta pikiranku rebah secepatnya. Namun agaknya tidak membuahkan hasil.



Senin, 17 Februari. Pukul 23.54.

No comments:

Post a Comment