Wednesday 12 February 2014

Pemeran Utama

Hari Ke-13

Untukmu,
pemicu detak jantung ini. 

Ini surat perdana untukmu, dan sejujurnya aku tak ingin lagi menuliskan surat ke dua, ke tiga, dan selanjutnya. Sebab memang tak ingin. Bodohnya, aku memutuskan menulis surat ini dengan bahasa seadanya. Sengaja? Mungkin. Karena memang aku benar-benar tak ingin kau membaca surat ini. Lalu, untuk apa kulis? Entahlah. Mungkin aku hanya ingin menuliskan hal-hal yang tak mampu kuperkarakan, pun kuutarakan.

Pemeran utama, ku sebut kau demikian dalam surat ini. Sebutan yang begitu saja terlintas dalam simpul pikiiran; melintasi isi kepalaku tatkala suara Raisa mengalun merdu mengisi seluruh ruangan kamar. Lagu yang liriknya berujar tentang sesal seorang perempuan yang telah menyakiti hati seseorang, yang kemudian menginginkannya kembali lagi. Ah, mengena sekali. Aku yang begitu suka menikmati kata-kata, terhanyut dalam senandung dari Raisa itu.

Kamu lelaki yang ku namai pemeran utama hati. Berat hati sebenarnya menyebutmu demikian. Sebab menurutku, sebutan itu terlalu bagus untukmu yang cukup menyebalkan. Kau tau tidak? Tingkahmu kerap kali membuatku kesal. Meski tak kupungkiri, aku sedikit tersentuh saat ada hal-hal manis yang sesekali (mungkin tanpa sadar) kau lakukan, aku betah berlama-lama bercincang denganmu yang pandai mengembalikan moodku untuk bercerita; kau lelaki cerdas dan berwawasan luas. Aku merasa ringan saat kita berbagi gurau, juga menikmati tingkah dan kalimat-kalimatmu yang jenaka. 

Tapi sayangnya, hatiku tak mudah terjatuh, Tuan. Jangan tanya apakah aku merasa nyaman ketika bersamamu. Soal ini, aku tak mampu berdalih. Cari jawabannya di kedua mataku yang berbinar dalam putaran waktu yang kita habiskan bersama. Cari jawabannya dalam suaraku ketika kau sisihkan waktu untuk menghubungiku. Meski kerap kali terlihat kesal, namun terdengar cukup ceria, bukan? Tapi sayangnya, sekali lagi aku tegaskan, hatiku tak mudah jatuh, Tuan. Hati ini pernah patah, masih melebam dan belum pulih benar. Aku masih ingin merawatnya baik-baik. Sebaik yang aku mampu, selembut yang aku bisa.

Maka, biarlah ini mengalir begini. Sebab aku memang belum ingin hati ini terjatuh lagi untuk kesekian kali. 



Ps:
Lagi, maaf sudah lancang meminjam judul lagumu, mbak Raisa. I adore you. :)

No comments:

Post a Comment