Saturday 15 February 2014

Surat Pengantar Perpisahan #2


Hari Ke-15

Kepada kamu,
yang mungkin merasa surat ini ditujukan untukmu.

Apa kabar? Sapaan klise. Terasa begitu klise. Padahal sebelumnya, kita cukup bertemu pandang atau saling bersentuh kulit untuk mengetahui masing-masing baik-baik saja. Tapi aku sungguh-sungguh dengan pertanyaan ini. Ada episode lama tak berkabar, berbumbu buang muka, senyum masam, dan mungkin satu-dua desau. Semacam saling menikam.

Manusia makhluk yang aneh, bukan? Selalu merayakan pertemuan tapi mengutuk perpisahan. Mendamba ikatan tapi menyerapahi lepasan. Padahal kita tau, Tuhan menciptakan benda berpasang-pasangan, tidak pernah sendirian. Kita berharap hubungan yang hanya akan terpisah maut, tapi ketika tidak berjalan seperti yang kita inginkan, kita mulai menyumpahi semua hal itu. Kita, waktu, tempat, keadaan, dan Tuhan. Entah apa yang kita mau, lalu, kita berpisah seperti orang yang tidak mau kenal satu sama lain lagi.

Kita sudah hidup dengan kehidupan masing-masing. Dengan jalan yang kita ingini betul. Hidup yang mungkin sempat kita bayangkan bersama, tapi dengan sedikit modifikasi alur; kita berjalan berlawanan arah. Meninggalkanmu pada akhirnya adalah keputusan yang saya syukuri dan saya yakin kamu juga melakukan yang sama. Kita berdua pernah muda dan naif; pernah beranggapan bahwa hidup adalah panggung dengan naskah drama yang kita buat sendiri. Lupa kalau menemukan yang tepat tidak berarti membenci mereka yang pergi, mereka yang bukan.

Bukan, surat ini bukan surat permintaan maaf lagi. Hanya ajakan minum kopi bersama, dengan kopi yang nampaknya takkan pernah terseduh dalam cangkirnya.

2 comments: