Sunday 9 February 2014

Nona Rupawan

 Hari Ke-10

Teruntuk nona rupawan,
yang seringkali tak sengaja ku lihat di dalam bis kota.

Kamu cantik sekali, Nona. Sungguh. Maaf bila aku lancang menuliskan surat ini untukmu. Semoga tak menebar risau di hatimu, ya, Nona. Untuk kamu, yang berparas bidadari -setidaknya begitu penilaian kasat mataku kepadamu. Bahkan niat untuk menuliskan surat ini untukmu pun tak sengaja adanya, ketika kita kebetulan bersilang jalan di perempatan gang, semalam. Sempat terbesit urung mengiyakan pinta otakmu yang ingin menuliskan selembar surat untukmu. Namun entahlah, keinginan ini meronta cukup kuat apabila tak diiyakan. 

Nona, maafkan aku yang mungkin beberapa kali tak sengaja memandangmu dengan tatapan cukup tajam, dan kau berbalik menatapku penuh keheranan. Cukup menggangumu, tidak? Semoga tak ku ulangi lagi kejahilanku itu. Tapi, kurasa impas bukan dengan tawaran tempat duduk yang kemarin baru saja ku berikan, bukan?

Ah, maafkan aku bilamana kalimat tadi kurang sopan dan mungkin menyinggungmu, Nona. Maka kupikir, ada baiknya bila mulai saat ini kita saling menjaga pandang satu sama lain, sebaik mungkin. Berharap tak aja ada hati yang tergores luka nanti. Rasanya tak perlu ku jelaskan lebih panjang, kau tentu mengerti maksudku. Ya anggap saja begitu.

Nona baik nan cantik, kita belum pernah saling mengenal sebelumnya. Tak mampu ku pingkiri, pastilah ada hal-hal yang mengganjal di dinding hati kita masing-masing. Lumrah, kita tak mungkin mengindari hal itu. Maka, biarkan ia berjalan sendirinya, mari kita ikuti alur ini tanpa menggangu apapun nanti di kemudian hari. Cukup kita lipat rapi dan simpan di saku sebelah kiri.

Nona rupawan, akhirnya harus kuakhiri suratku dalam paragraf ini. Semoga kesederhanaan caraku menjabarkan tentang pertemuan paralel kita ini dapat membuat wajah ayumu berurai senyum. Buang jauh-jauh muka murammu, tak elok dipandang orang.

No comments:

Post a Comment